Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menangis seperti Bayi

22 Maret 2022   17:17 Diperbarui: 22 Maret 2022   17:23 677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku yakin kalian pernah mendengar seorang ibu berkata, setelah melahirkan, “Ketika dia menangis, itu adalah suara paling merdu yang pernah aku dengar.”

Tapi aku selalu bertanya-tanya, mengapa suara bayi pertama kali yang kita dengar adalah tangisan.

Dan itu sama juga untuk Saras. Dia lahir ke dunia menangis seperti semua bayi yang ke datang dunia: menangis. Tetapi Saras sering menangis, dan orang tuanya khawatir dan frustrasi, dan mereka selalu menyuruhnya untuk berhenti menangis.

Akhirnya Saras berhenti menangis.

Dia tidak menangis selama bertahun-tahun sehingga dia tidak dapat mengingat kapan terakhir kali dia menangis. Bahkan, ibunya menjadi khawatir karena Saras tidak pernah menangis lagi. “Pasti ada yang tak beres dengannya,” pikirnya.

Saras tidak menangis ketika pacar pertamanya meninggalkannya, dan ibunya resah. Saras tidak menangis ketika neneknya meninggal, dan ibunya gelisah.

Saat Saras menikah dan memiliki anak, dia panik setengah mati, mencoba menghentikan tangisan bayinya sesegera mungkin setelah lahir.

Ketika dokter mengatakan kepadanya bahwa bayi menangis adalah hal yang normal, dia membentak dokter. “Tidak ada yang normal tentang menangis! itu berarti ada sesuatu yang salah!”

Dokter membiusnya untuk membuatnya diam.

Saat ini, Saras berbaring sekarat di tempa tidurnya. Anak-anaknya berkumpul di sekelilingnya dan mengatakan kepadanya bahwa mereka mencintai, dan dia tahu itu hal yang sesungguhnya, seperti dia juga mencintai mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun