Jiwa anggota keluarga yang hilang. Wajah mereka adalah potret beku rasa sakit, penderitaan, dan kesedihan. Tidak ada yang tenang, hanya akhir yang aneh dan menyiksa.
Welbehgeduwel melangkah dengan kaki gontai, suara angin pahit berbisik dari bibir yang tersiksa.
"Kebohongan telah membawa kami ke tiang gantungan."
"Tubuh lemah tetapi jiwa tersiksa."
"Kebohongan kita lebih kejam dari anggota tubuh seribu anjing istana."
"Kita adalah tawanan dari pengkhianatan oleh orang-orang biadab kawanan kita sendiri."
Welbehgeduwel menoleh ke belakang. Pintu ke istana  terkunci mati. Tidak ada jalan kembali. Banjir seleher dan asap hitam hutan terbakar akan mengambilnya seperti yang lainnya di taman banjir terkutuk ini.
Sebuah jerat menunggunya di ujung lorong, lebih melegakan dari rasa sakit yang menyiksa karena kebohongan. Angin melolong dan badai puting beliung membutakan dan hampir mematikan lilinnya. Dia menutupi nyala api. Dan membuat keputusan.
Sebuah keputusan kerajaanyang berakar pada pengorbanan, tidak mementingkan diri sendiri dan kepedulian terhadap orang lain, bukan tahtanya yang berduri.
"Yang lemah bukanlah yang terkutuk," bisiknya. Napas meninggalkannya seperti arwah prajurit di tanah terlarang.
"Bergantung di sini adalah seniman, penyair, dan filsuf, ahli strategi dan insinyur, yang jasa-jasanya dicekik oleh ketakutan yang mendominasi kerajaan yang tenggelam. Meskipun aku mungkin terkutuk juga, aku takkan membiarkan penderitaan rakyatku berlanjut."