Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hutan dalam Istana

20 Maret 2022   17:17 Diperbarui: 20 Maret 2022   17:18 1136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jiwa anggota keluarga yang hilang. Wajah mereka adalah potret beku rasa sakit, penderitaan, dan kesedihan. Tidak ada yang tenang, hanya akhir yang aneh dan menyiksa.

Welbehgeduwel melangkah dengan kaki gontai, suara angin pahit berbisik dari bibir yang tersiksa.

"Kebohongan telah membawa kami ke tiang gantungan."

"Tubuh lemah tetapi jiwa tersiksa."

"Kebohongan kita lebih kejam dari anggota tubuh seribu anjing istana."

"Kita adalah tawanan dari pengkhianatan oleh orang-orang biadab kawanan kita sendiri."

Welbehgeduwel menoleh ke belakang. Pintu ke istana  terkunci mati. Tidak ada jalan kembali. Banjir seleher dan asap hitam hutan terbakar akan mengambilnya seperti yang lainnya di taman banjir terkutuk ini.

Sebuah jerat menunggunya di ujung lorong, lebih melegakan dari rasa sakit yang menyiksa karena kebohongan. Angin melolong dan badai puting beliung membutakan dan hampir mematikan lilinnya. Dia menutupi nyala api. Dan membuat keputusan.

Sebuah keputusan kerajaanyang berakar pada pengorbanan, tidak mementingkan diri sendiri dan kepedulian terhadap orang lain, bukan tahtanya yang berduri.

"Yang lemah bukanlah yang terkutuk," bisiknya. Napas meninggalkannya seperti arwah prajurit di tanah terlarang.

"Bergantung di sini adalah seniman, penyair, dan filsuf, ahli strategi dan insinyur, yang jasa-jasanya dicekik oleh ketakutan yang mendominasi kerajaan yang tenggelam. Meskipun aku mungkin terkutuk juga, aku takkan membiarkan penderitaan rakyatku berlanjut."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun