"Ini perbekalan untuk tiga pekan, tetapi setelah itu, kalian harus berusaha sendiri," kata Rakyan Gardapati menunjukkan lima buntalan yang dibawakan para pengawal. Buntalan yang berisi makanan dan minuman itu berpindah ke tangan Keti, Janar, Palupi, Ubai dan Ganbatar.
Mereka berada di luar terowongan, tak jauh dari tembok kedatuan Hilir Musi.
"Aku tidak bisa membantu kalian sampai kita bertemu lagi. Harapanku, aku mendengar laporan pencapaian kalian dari Baginda Raja yang mengoceh tentang hal itu di istana."
Ganbatar menyeringai."Kami akan menjadi duri dalam daging bagi Kerajaan."
Rakyan Gardapati tersenyum tipis dan melanjutkan. "Tapi, kalau kalian harus menyampaikan sesuatu, aku punya telik sandi yang menunggu di Kuyu Agung, Lebak Tebang, Lambu Kibang, Way Kenanga dan Menggala. Pergi ke salah tempat ini jika kalian harus memberi tahuku tentang apa pun. Orangku akan menemukan kalian, tetapi jika benar-benar perlu untuk menghubungiku saja. Aku akan menunggu di Hilir Musi ini, di kedatuan. Aku percaya kalian semua tahu kode rahasia ruangan di ujung terowongan," katanya sambil menatap Keti.
Kelimanya mengangguk. Rakyan Gardapati berbalik dan memberi isyarat pada seorang pelayan abdi yang memegang tali kekang enam ekor kuda di tangannya. Pelayan membungkuk dan menyerahkan tali kekang masing-masing satu kepada kelima begal.
Kuda Keti hitam pekat seperti batu bara, meringkik serta menggosokkan hidungnya ke wajah Keti saat gadis membelai surainya.
"Sepertinya kamu punya pengagum baru," goda Janar sambil menaiki kudanya yang berwarna cokelat.
"Bukan salahku aku terlalu cantik," jawab Keti sambil menaiki kudanya.
"Memuji diri sendiri," Janar mengedipkan mata. Keti memutar bola matanya dan menepuk leher kudanya.