Saat pertengahan musim dingin, pertengahan perang. Ketika kami masih anak-anak, setiap rumah memiliki banyak lilin, sup tulang, dan roti gandum. Kami menyalakan lilin di gereja, sehingga orang-orang yang telah meninggal dapat melihat ke bawah dan melihat kami melalui awan.
Istriku Lyudmila menggantung kanvas hitam di jendela dan seprai putih di atas perabotan yang kami beli tepat sebelum perang. Untuk membuatnya tetap awet, untuk membuatnya bertahan lama. Berjaga-jaga karena semua pabrik harus selalu membuat peluru, bukan meja kursi.
Pertunjukan sirkus liar di kota, pengamen jalanan dan topeng monyet. Tidak ada yang bersorak untuk badut kuyu, atau monyet yang memainkan akordeon. Sementara kuartet lelaki berpakaian wanita bersembunyi di dalam kereta, ayam jantan mengepak tanpa tujuan, lalu bertengger di bahu badut dan mencoba mematuk matanya.
Penampilan terakhir mereka sebelum pergi. Kami membaca tentang pembubaran mereka di kota berikutnya. Kuartet lelaki berpakaian wanita mabuk dan memulai perkelahian, badut mempertaruhan semua tabungan mereka di balapan GP500 dan kalah, monyet mencopet dompet.
Tidak disebutkan ayam jago.
Kami berbicara tentang dia saat makan malam. Aku bilang binatang itu melarikan diri ke gudang yang penuh dengan ayam betina. Istriku Lyudmila mengatakan bahwa sebaiknya seorang ayah menyembelih ayam jago itu untuk memberi keluarganya makanan yang layak.
Kemudian kami berbicara tentang bulunya. Istriku bilang, dia akan memakainya di topi hari Minggunya. Kukatakan padanya rencanaku akan menunggu musim semi, saat malam cerah. Kemudian dia bisa mencabut semua bulunya dan menjahitkanku jubah kepala suku Indian.
Saat musim semi tiba, kami membentangkan selimut di halaman belakang dan melihat bintang-bintang. Udara hangat menyapu wajah kami, tapi tanahnya dingin dan lembap. Kukatakan padanya bahwa memandangi bintang-bintang membuatku membayangkan simpanan berlian sultan yang ditumpuk ke langit-langit di ruang bawah tanah. Dia bilang bintang-bintang membuatnya berpikir tentang cahaya bom yang jauh, setengah dunia jauhnya.
Orang tua kita tidak pernah tahu bom. Mereka makan enak, minum banyak, merokok sampai paru-paru berlubang, mati muda, dan ketinggalan perang.
Di atas sana, mereka memasukkan uang logam ke dalam kotak amal dan menyalakan bintang-bintang untuk mengingatkan kita kehidupan yang akan datang.