Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mural

11 Maret 2022   18:30 Diperbarui: 11 Maret 2022   19:12 919
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sangat menyenangkan tinggal di dalam lukisan mural di dinding Museum Sejarah. Lukisan terkenal oleh pelukis realis Harijadi Sumodidjojo, menggambarkan kerumunan besar yang menikmati jamuan prasmanan di era Kompeni. Jika kalian ingin tahu, aku orang yang memakai blangkon dan surjan sedang membawa nampan. Yang tidak kalian ketahui, aku dilukis sebelum kakiku tersandung karpet dan isi nampan itu tumpah di atas meja. Wew, sungguh skandal yang menghebohkan Batavia.

Suhu di museum selalu dijaga agar sempurna untuk semua barang-barang seni yang tersimpan di dalamnya, sinar lampu terang tapi tidak menyilaukan, dan lukisan mural sebagai pusat di ruang pamer yang mewah. Dan, tentu saja, selalu ada orang, dari semua ukuran, bentuk, warna, usia, dan kebangsaan, datang dan berhenti sejenak untuk melihat kami yang sebagian masih telanjang, dengan kekaguman dan penghargaan yang diam. Aku menikmati menonton mereka sebanyak mereka tampaknya senang melihat kami, yaitu lukisan.

Setiap hari selalu ada audiens baru, beberapa siswa seni yang serius dan intens, yang lain hanya mengunjungi museum karena mereka sedang berada di Kota Tua atau berpikir mereka harus menikmati museum supaya dianggap manusia budaya, dan juga tur anak-anak yang menyenangkan---dan sedikit bising.

Beberapa pemandu wisata seharusnya mendapatkan informasi yang lebih baik, walaupun aku tidak dapat menyalahkan mereka karena mereka tidak pernah tahu Harijadi dan tidak hadir pada saat Batavia masih diperintah oleh Kanjeng Ratu Juliana.

Kami semua yang abadi dalam lukisan sibuk mengomentari gaya rambut dan pakaian---juga bentuk lekuk liku tubuh---yang kita lihat sehari-hari. Namun, kami tidak selalu benar-benar mengerti dengan semua tato aneh ini di mana-mana seakan-akan Batavia sekarang merupakan bagian dari Indian Amerika dan melihat kotak kecil yang disebut ponsel. Kami bercakap-cakap dengan sangat halus, berbisik secara rahasia, sehingga pemirsa manusia tidak pernah memperhatikan kedipan mata dan desir suara.

Hanya ketika museum tutup dan lampu utama padam, dan hanya seorang penjaga malam yang melakukan kegiatan rutinnya dengan senter saat meronda museum, kadang-kadang kami merasakan kesepian sebagai bagian tak bernyawa koleksi museum.

Bandung, 11 Maret 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun