Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kembali ke Sang Pemilik

17 Februari 2022   08:57 Diperbarui: 17 Februari 2022   09:13 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pintu berderit terbuka dan kami berada di aula utama yang panjang. Debu menempel di karpet dan dan meja aula yang menampung jangat mati dan rapuh. Ada bau yang tidak wajar biasa dan sesuatu yang tidak berwujud namun kuat terasa - sepi.

"Sepertinya dia tidak suka bersih-bersih," kata adik perempuanku, Delilah. "Van, tolong nyalakan lampunya."

Aku menekan sakelar dan bola lampu kuning lemah berkedip menjadi semacam penanda waktu, nyaris tak berdampak pada suasana muram.

Kami melanjutkan ke koridor di mana pencahayaannya berasal dari lampu sorot yang mencolok. Setidaknya kami bisa melihat deretan buku yang tertutup debu yang memenuhi rak dari lantai ke langit-langit, untuk apa adik bungsu kami menghabiskan uangnya selama bertahun-tahun. Hampir semuanya sampul keras. Beberapa dengan sidik jari di sampul berdebu, mungkin dibaca baru-baru ini.

Aku mencabut satu. The Illustrated Secret History of the World karya Mark Booth. Tampak rumit dan mahal.

"Oh, dasar pencuri!" seru Delilah sambil mengangkat Andersen: The Illustrated Fairy Tales of Hans Christian Andersen dan membukanya untuk menunjukkan namanya. "Dia bilang dia tidak mengambilnya. Selama bertahun-tahun dan dia menyembunyikannya." Delilah seperti akan menangis.

"Itu hanya sebuah buku," kataku.

"Ya, dua lembar karton dan setumpuk kertas di antaranya, ya, aku tahu," katanya, sarkastis, menahan emosi.

Kami melanjutkan melalui kamar-kamar kecil yang penuh sesak dengan barang-barang antik dan pernak-pernik. Meja-meja kecil di mana-mana, ditutupi dengan pot-pot berisi aksesoris. Lalu ada ornamen, vas kosong, cangkir dan piring porselen, beberapa digunakan dan dibiarkan mengering, vas kristal, bungkus kartu remi. Semuanya tampak diabaikan dan berbau apak. Bahkan di wastafel dapur setumpuk piring yang belum dicuci menjadi lahan jamur.

"Sepertinya Fadli anak kesayangan Mama tidak pernah terburu-buru untuk membuang sesuatu," kataku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun