Aku melacaknya hingga ke kamar mandi di sudut buntu di bagian tangga darurat reaktor.
Jejak kaki berlumuran darah telah membawaku ke sosok keriput yang tersengal-tersengal nbersandar di dinding. Dia sedang mengoleskan lukanya dengan semacam semprotan dan mengutuk pelan di antara jerit kesakitan.
Aku belum pernah melihat peralatan medis seperti yang dia gunakan, Meski bukan dokter, tapi aku yakin benda itu belum diciptakan manusia, mungkin sampai beberapa dekade ke depan. Mustahil juga jika itu peralatran standar militer.
Sebagai petugas jaga malam di Reaktor Fusi Siwabessi, aku beruntung tidak terkena pemutusan hubungan kerja sehubungan dengan masalah anggaran. Tapi itu juga berarti aku adalah satu-satunya orang yang melakukan patroli di lantai lima sampai tujuh jam segini.
Pertama aku melihat sosok itu di balik kaca buram di salah satu area terlarang.
Aku tidak tahu apa yang membuat aku melakukannya, tetapi aku mengoson gkan magasin pistolku menembus kaca jendela. Suara kaca pecah dan ledakan peluru terdengar mirip pertempuran.
Empat peluru jelas menembus sesuatu, berarti bahwa siapa pun yang ada di sana akan mati selamanya. Suara kaca jatuh tak lagi tedengar, bunga api memercik dari lampu yang rusak di sudut. Sunyi.
Aku masuk dengan hati-hati. Bantuan dari lantai dasar pasti sedang dalam perjalanan setelah semua kebisingan itu.
Aku akan menunggui dan mengawasi mayat si penyusup, berharap itu adalah spionase atau pencurian dan aku akan diberi imbalan karena melakukan pekerjaan dengan baik. Tapi jika itu adalah sesama penjaga malam atau gelandangan nyasar maka karirku tamat sudah.
Apa yang kutemukan adalah genangan darah yang jejak diseret ke lorong yang berlawanan. Aku mengikutinya ke kamar mandi dan menemukannya di sana.