Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hush

12 Januari 2022   21:22 Diperbarui: 12 Januari 2022   22:02 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Laut datang dan menyeretnya. Dia tidak tahu kebaikan yang telah dia lakukan. Ketika dia mengirim ombak ke pantai selatan, dia tidak peduli dengan mulusnya kehidupan. Ketika dian jatuh dan membenturkan kepala ke tempat tidurnya yang tak nyaman, dia tidak menyadari bagaimana dia mengatakan beberapa orang mempercayai hal-hal yang berbeda tergantung di mana mereka dibesarkan.

Ini adalah sudut pandang yang sama denganmu. Bagaimana dia menyelamatkan sang doktor dan membesarkan anak-anaknya untuk mengetahui perbedaan antara yang benar dan yang salah. Mengingat semua yang dia punya.

Jadi dia diam. Laut tidak tahu.

Ketika Pinki Milenia mendengar peringatan itu dan melihat ombak, dia memperhitungkan tingginya dua belas meter sehingga tidak mungkin lari dengan kaki dan usianya, atau reaksinya.

Dia dengan tenang melepas bros burung cendrawasih dari dada sebelah kiri dan mencengkeramnya erat-erat, membayangkan bagaimana burung cendrawasih tampak lebih seperti burung feniks.

Entah dari mana, terdengar suara ibunya berbisik. "jangan sia-siakan nasib baik."

Konyol. Saat-saat itu jauh dari daratan sekarang.

Lima puluh detik dan terus menghitung, Pinki berjalan menuju cakrawala dan membalikkan punggungnya ke gelombang besar. Mengumpulkan semua kekuatan yang bisa dikerahkannya---bagian terakhir---dia melemparkan bros itu ke batu karang, tertawa tergelak-gelak karena itu hanyalah tipuan. Benda itu masih ada di genggamannya.

Matahari melihat dan mengetahui kebaikan yang telah dia lakukan. Itulah yang telah memuluskan hidupnya. Bagaimana dia mengatakan keoada semua orang dan mengingat detail yang membuat semua perbedaan. Senyum dan janjinya.

Matahari tahu. Jadi dia mengirimkan sinarnya untuk menghangatkan kepalanya. Dia melemparkan satu kilatan terakhirnya dan bros burung cendrawiasih terjepit di bebatuan. Berkilauan.

Jadi, hush. Lihat saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun