Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kidung Lara

10 Januari 2022   15:46 Diperbarui: 12 Januari 2022   19:13 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
mistryart.blogspot.com

si puan jalang memperlakukanku seperti itu
membawaku di antara aral tajam melintang di hutan
tak mungkin kembali, tak mungkin
maju menjumpai halangan tinggi
urusan dunia ini bagai tahi kadal
ke mana pun 'ku melangkah
tak bisa kubersihkan, bandel bertahan

berada di sudut terujung dunia
'ku tak duduk di barisan wayang terkemuka
hanya mereka yang beruntung duduk di tengah dan lupakan

berada di sudut terjauh dunia
'ku hanya bisa melampaui dan melupakan
wahai keluarga, aku telah berada di suatu tempat
yang jika ku belok ke sini, hujan menghantam
yang jika ku menikung ke sana, matahari membakar
aku kayu bakar dunia

hanya untuk mereka yang bisa mengambil hati
itu sebab tidak semua bisa mengumpulkannya, jantung
karena dunia ini tidak baik untuk siapa pun
tapi kamu bahagia dengan nasib

sayang! musafir kembali, semua terbelit utang
telah terjadi peristiwa yang begitu besar
sehingga ku tidak bisa menangis, lagi
ku tak punya anak laki untuk menembakkan salvo
ketika ku mati
tak ada anak perempuan yang meratap
saat ku menutup rongga mulut

telah mengembara di hutan belantara
manusia padang gurun yang hebat menyebut kehidupan
hujan mengalahkanku
tunggul tajam setajam pisau
ku akan pergi lebih jauh dan beristirahat
tak punya saudara tak punya kerabat

kematian membuat perang di bubungan
rumah tangga besar pe ninggalan tak ada, lagi
hanya pagar rusak berdiri
dan mereka yang tidak berani menatap fasadnya
keluar mengaku sebagai laki-laki
seberapa sedikit harga diri
biarkan yang pergi sebelum mati
memperlakukan keturunan dengan buruk
apa guna ratapan itu?
seseorang telah mati sendiri, lagi

sayang! seekor ular menggigitku
tangan kanan patah
pohon tempat bersandar, tumbang
pergi beri tahu mereka, lagi
beritahu dukun, penggali kubur, ketua partai
kejahatan kepada kita yang mereka timpakan

beritahu  rumah mereka tlah runtuh, lagi
pohon-pohon di pagar di makan rayap
para mafia kutuk-mengutuk
tanyakan kepada tikus mengapa mereka menganggur
sementara kita menderita dan makan bulgur

dan burung gagak, dan burung nasar
menggongong selalu di atas pagar
dan orang asing berjalan di atas lahan kita

Bandung, 10 Januari 2022

Sumber ilustrasi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun