***
Rumah baruku hampir jadi. Aku berkencan dengan banyak wanita. Aku pikir aku bahagia.
Dan suatu pagi buta, terjadi gempa bumi dahsyat yang meruntuhkan rumah baruku. Aku bangkrut ditipu mitra bisnis. Perumpamaan yang pas untuk apa yang kualami saat itu, "jatuah tapai". Ini adalah ungkapan orang Minang yang maknanya mirip dengan "jatuh tertimpa tangga". Tapi menurutku, bobotnya jauh lebih berat dibandingkan jatuh tertimpa tangga. Tertimpa tangga sakit di badan, jatuh tapai sakit di perut yang kelaparan.
Di awal tahun baru, aku meninggalkan rumah baruku yang rata dengan tanah, berpindah pulau lagi. Aku tak membuat resolusi Malam Tahun Baru. Yang ada dalam pikiranku hanyalah menjadi gelandangan yang beristana di bawah jembatan.
Malam pertama menjadi pengembara jalanan penghuni kolong jembatan layang, aku mengalami kecelakaan. Sepeda motor yang ugal-ugalan menabrakku dari belakang, lalu kabur meninggalkan tanggung jawab, membiarkanku tergeletak dengan tulang kering retak.
Beralaskan aspal hotmix, sambil memandang langit tak berbintang karena tertutup awan mendung tebal, aku membayangkan apa yang akan ditulis di pusaraku.
Di sini berbaring gelandangan tanpa kenalan."
Menjelang pingsan, terdengar decit rem mobil yang memekakkan telinga, saking dekatnya. Lalu dunia gelap melebihi malam tak berbintang.
***
Aku tersadar di kasur pegas empuk ranjang king size. Di atas nakas sisi ranjang, secangkir teh masih mengepulkan uap menebarkan aroma harum semerbak mewangi yang mengobarkan semangat. Earl Grey ... atau Lady Grey?
Celanaku sudah berganti sarung. Siapa yang menggantikannya? Kakiku yang luka dibebat dengan perban. Samar-samar tercium bau antiseptik. Berarti lukaku sudah disterilkan.