"Kalau kamu bisa menebak apa isi kantongku, Kakek akan memberikannya untukmu."
Aku melihat ke dalam mata Kakek yang berwarna hijau tua dan bunga jagung, saat dia duduk di seberang meja. Hari ini tampak jelas seolah-olah dia tahu di mana dia dan siapa aku.
"Baiklah, Kek. Kakek tahu aku suka main tebak-tebakan. Berapa kali aku boleh bertanya sebelum menjawab?"
Wajah lebar Kakek menyunggingkan senyum yang meluluhkan hati.
"Ya, harus ada tantangan. Yang pasti kamu suka, jadi Kakek ingin membuat kamu berusaha untuk itu. Bagaimana kalau sepuluh pertanyaan?" jawab Kakek. Suaranya dalam dan serak, dan menggelegar. Ketika kecil, berhasil membuatku takut, sampai aku menyadari bahwa Kakek menggonggong dan tidak menggigit. Bahkan Kakek sangat baik, hatinya selembut arum manis.
"Baik. Pertanyaan pertama: Apakah itu terbuat dari kertas?"
Dia meraba-raba saku baju terusan usangnya, sebelum menjawab, "Tidak."
Aku berpura-pura memikirkan pertanyaan berikutnya, sambil menatapnya. Kakek masih mengesankan dengan tubuh sebesar beruang. Rambutnya sudah menipis dan putih, tapi seperti biasanya dicukur pendek dan kasar.
Begitu banyak kenangan indah masa kecilku melekat pada pria di hadapanku itu.
"Apakah sesuatu yang bisa dimakan?"