Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Batas

5 Agustus 2021   21:03 Diperbarui: 6 Agustus 2021   20:55 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Orang lainlah yang membuat keputusan untukku, karena apa pun yang aku putuskan ternyata salah.

Ini semua tentang mengenal batas, dan aku tidak bisa berhenti di ujungnya. Aku bergaul dengan mereka yang mempunyai masalah yang sama denganku. Dua tahun di Rumah Sakit Jiwa yang dikhususkan untuk penjahat gila, karena mencoba membakar Istana.

Aku punya alasan kuat. Aku memberi tahu mereka bahwa aku adalah keturunan Prabu SIliwangi. Mereka mengusirku, dan aku bersumpah akan membalas dendam.

Aku menyiram sejerigen bensin ke pintu masuk tempat pengawal berjaga di siang hari bolong, lalu menyalakan api. Itulah yang membuatku menjadi 'tidak dapat dipidana karena gangguan mental.'

Aku keluar dengan pembebasan bersyarat. Orang tuaku membayar sewa rusunawa untukku. Mereka selalu menjadi pendukungku.

Aku menjauhi obat-obatan terlarang dan meminum obat yang diresepkan dokter. Dan kini aku harus menguji diriku lagi.

Duduk di seberang meja makan, pasien Rumah Sakit Jiwa yang buron: Obbie Palopo. Badannya menggigil, mulutnya meracau karena narkoba.

"Kau satu-satunya temanku," katanya.

Wajahnya terpampang di semua saluran televisi setelah dia tidak kembali ke rumah sakit dari kerja luar. Program "Pembauran". Staf bodoh itu memercayainya.

Robot menerima bayarannya dan naik taksi ke pusat kota untuk membeli barang haram itu. Rumah sakit melapor ke polisi. Polisi mengadakan konperensi pers.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun