Musim kemarau tahun lalu terlalu samar untuk kuingat, tetapi aku ingat kegembiraan yang kurasakan di musim hujan ketika pohon ki hujan mengeluarkan tunas dan daun hijau barunya yang lembut.
Dadaku dipenuhi optimisme yang memabukkan.
Memanjat ke dahan tertinggi dan melihat ke lapangan hijau di bawah, aku mendengarkan deru sungai di kejauhan, segera meluap begitu musim berganti.
Segala sesuatu mungkin terjadi di bulan-bulan mendatang, dan rasanya aku bisa menaklukkan tantangan apa pun yang ada di depan. Tapi tentu saja tidak semudah itu. Selalu ada hambatan, Â tantangan, dan kemunduran yang tidak bisa kuprediksi. Harapan musim hujna memudar menjadi kenyataan musim kemarau dan kerja keras yang menjadi rutinitas harian.
Merenung di pucuk pohon ki hujan, sadar bahwa telah banyak hal yang kucapai, bahwa banyak hal untuk dibanggakan, tetapi juga penyesalan.
Tidak ada cukup waktu untuk menyelesaikan semuanya.
***
Satu tahun berlalu dan pohon ki hujan tua mulai kehilangan daunnya.
Hari ini aku takkan memanjat, sebaliknya duduk di tanah dan berbagi rasa dengannya. Â Menghormatinya.
Memilah-milah emosi yang campur aduk, puas dengan semua yang telah kulakukan dalam beberapa bulan yang kutargetkan untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan. Hanya sedikit sesal karena beberapa peluang tertutup.
Segera badai akan datang, dan cabang-cabang pohon ki hujan akan merana ditinggal daun yang meranggas.