Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

CMP 12: Nyanyian Bintang Tercurah dari Langit

4 Juli 2021   09:34 Diperbarui: 6 April 2022   00:02 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam musim panas yang pendek di bulan Juli.

Kita berbaring di gundukan rumput.  Kamu mengarahkan laser pointer jauh ke langit yang cerah, menembakkan selarik sinar oranye dari semak belukar padang ilalang.

Kamu menyipitkan mata, mengikuti jejak oranye yang meluncur ke konstelasi yang berkelap-kelip. Biduk Kecil---Ursa Minor---sangat mudah dikenali.

"Mengapa kamu terus menunjukkan bintang purba yang sama?" Aku menyepak gumpalan debu awan saat kita berbaring berdampingan.

Peternakan milik ayahmu berdampingan dengan resort yang baru dibeli keluargaku. Di sini radius sepuluh kilometer dianggap dekat, tetapi bagaikan jarak antarbintang untuk seorang remaja kota sejak lahir yang begitu terbiasa dengan hutan beton tanpa bintang di langit yang terang benderang terpolusi cahaya lampu listrik.

Topi klub tim sepak bola kesayanganmu---aku masih tak paham mengapa olah raga dengan benda lonjong dan nyaris tanpa menendang itu kalian sebut 'sepak bola'---bertengger manis di kepalamu, dengan kuncir kuda pendek yang dikepang mencuat ke belakang saat kamu menatap bintang-bintang.

Kamu mendengus. "Apa maksudmu? Itu Bintang Utara, Polaris. Bintang terpenting di jagat raya."

Cahaya oranye menari berputar-putar mengorbit Polaris, membentuk lintasan elips di titik cahaya putih terang. Debu di pipimu gagal menyembunyikan rona merah ketika mata kita berserobok.

Bintang-bintang di langit memancarkan cahaya pucat yang cukup untuk membuatku melihat perubahan gradasi warna di wajahmu saat dahimu berkerut serius.

"Betul, tapi kita mengamatinya ... setiap malam dalam minggu ini. Apa yang membuatnya istimewa?"

Kamu melambaikan tangan melengkung melintas cakrawala. Menarik garis tegak lurus ke langit. "Polaris diam tidak bergerak, selalu ada di sana."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun