Masih berminat menulis novel? Baik, mari kita lanjut.
3. Menentukan Sudut Pandang
Siapa yang menceritakan, dan dari jarak berapa? Apakah kamu memilih perawi (narator) orang pertama yang terlibat sebagai pelaku, perawi mahatahu yang dapat mengakses pikiran karakter apa pun dan kapan pun, atau narasi orang ketiga terbatas yang melekat erat pada satu tokoh?
Atau menggunakan banyak narator yang memaparkan dari sudut yang berbeda?
Menggunakan perawi orang pertama melibatkan pembaca untuk berempati pada tokoh, memahami motivasinya dari sudut pandangnya sendiri, meski mungkin tindakannya tercela, tapi menjadi masuk akal.
Aku menggunakan narator orang pertama untuk novelet Kidung Bocah Udik karena memungkinkanku untuk menjadi suara tokoh yang berada di tengah gegar budaya perubahan masyarakat dengan kehadiran perusahaan multinasional.
Biasanya, saat menulis draft awal, aku mencoba dari berbagai sudut pandang sebelum menetapkan sudut pandang mana yang kupilih.
Jika kamu baru memulai, cobalah menulis dengan sudut pandang yang paling alami buatmu. Memilih sudut pandang yang secara naluriah terasa benar akan membantumu membentuk suara yang nyata dan menarik. Saat kamu menjadi lebih terampil dan percaya diri dalam menulis, silakan mencoba sudut pandang yang berbeda untuk novel dan cerita yang berbeda.
Kamu butuh tokoh di pusat cerita. Tokoh ini diperlukan untuk menjadi tempat pembaca ada 'berakar', tidak peduli seberapa cacatnya sang tokoh. Dan dia harus memiliki kekurangan agar realistis dan menarik.
Meskipun 'Aku' (Rafli) dalam 'Kidung Bocah Udik' tampaknya sebagai tokoh protagonis (dengan segala kekurangannya), sebenarnya tokoh utamanya adalah Ranto 'Retak', yang bahkan lebih cacat lagi dari Rafli. Sebagai remaja, keduanya bertindak seenaknya, bahkan nyaris menjadi kriminal. Â Tetapi pada akhirnya, karena memahami sebab musababnya, pembaca menaruh simpati pada keduanya.