Sedemikian luasnya wilayah pemakaian dan bermacam ragam penutur Bahasa Indonesia, mau tidak mau, takluk pada hukum perubahan. Arah perubahan itu bukannya tak dapat dihindari, karena kita pun dapat mengubah bahasa secara terencana.
Faktor sejarah dan dan perkembangan masyarakat turut pula berpengaruh pada timbulnya sejumlah ragam bahasa Indonesia. Ragam bahasa yang beraneka macam itu masih tetap disebut "bahasa Indonesia" karena masing-masing berbagi inti sari bersama yang umum. Ciri kaidah pembentukan kata, tata bunyi, tata makna, umumnya sama. Itulah sebabnya kita masih dapat memahami orang lain yang berbahasa Indonesia walaupun kita dapat mengenali beberapa perbedaan dalam perwujudan bahasa Indonesia.
Pertama-tama, kita kenali ragam bahasa menurut penutur dan jenis pemakaian bahasa. Kita akan melihat ragam-ragam itu bertautan.
Ragam bahasa menurut penutur dapat dirinci menurut (1) daerah, (2) pendidikan, dan (3) sikap penutur.
Ragam daerah dikenal sebagai logat atau dialek. Bahasa yang menyebar luas selalu mengenal logat. Masing-masing dapat dipahami secara timbal balik oleh penuturnya, sekurang-kurangnya oleh penutur yang wilayahnya berdampingan. Jika dalam wilayah pemakaian terdapat hambatan geografis sehingga tidak mudah berhubungan, misalnya dipisahkan oleh gunung, selat, atau laut, lambat laun dalam perkembangannya logat akan banyak berubah sehingga akhirnya menjadi bahasa tersendiri. Hal ini terjadi dahulu kala dengan logat-logat bahasa Nusantara Kuno yang sekarang disebut bahasa Aceh, Batak, Minang, Jawa, Sunda, Bali, Dayak. Logat bahasa daerah yang kita temui sekarang agaknya tidak akan berkembang menjadi bahasa tersendiri berkat perhubungan yang lebih maju lewat kapal, pesawat, mobil, radio, surat kabar, dan televisi.
Logat bahasa daerah paling jelas dikenali dari tata bunyinya. Misalnya, logat Indonesia yang diucapkan oleh orang Tapanuli karena tekanan kata yang sangat jelas. Logat Indonesia orang Jawa karena pelaksanaan bunyi /d/ dan /t/-nya. Ciri-ciri khas yang meliputi tekanan, naik turun nada, dan panjang pendek bunyi bahasa membangun akses yang berbeda. Perbedaan kosa kata dan variasi gramatikal tentu ada, walaupun tidak terlalu kentara. Ragam dialek erat hubungannya dengan bahasa ibu si penutur.
Banyaknya dialek di Indonesia tergantung kecermatan yang kita terapkan dalam pengamatan dan keakraban kita dengan tata bunyi dan atau tata bahasa daerah Nusantara. Orang Aceh yang belum pernah mendengar bahasa Jawa akan berpendapat logat Indonesia orang Jawa Tengah dan Jawa Timur sama saja. Sebaliknya, orang Jawa Tengah mungkin dapat membedakan logat Indonesia yang dipengaruhi dialek Banyumas, Tegal, Purwokerto atau Boyolali.
Sikap penutur bahasa Indonesia terhadap aksen penutur lain berbeda-beda, bisa suka atau tidak suka. Umumnya, kita berlapang dada terhadap perbedaan aksen penutur lain, selama bahasa Indonesianya masih dapat dipahami.
BERSAMBUNG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H