Tahun yang buruk jarang hanya dimulai dari Januari dan berakhir Desember.
Setahun lalu, banjir dan pilu melanda sebagian kita. Corona baru saja memproklamirkan diri di Wuhan sana.
Masa sulit tidak peduli pada jadwal kalender, dan kita semua sadar, tahun 2021 - setidaknya triwulan pertama - tidak akan jauh berbeda dengan tahun 2020. Belum apa-apa, ujar kebencian sang profesor kelam yang mengukuhkan bahwa George Orwell '1984' nyata adanya. Pagi jam 8 mengancam Big Brother di medsos, jam 10 sudah ditangkap. Â
Mengancam Big Brother di Medan Merdeka? Hellooow!
Jadi, aku merasa sangat kesal setiap kali mendengar seseorang mengatakan sesuatu seperti "You know what? Pandemi tidak akan berakhir pada Malam Tahun Baru. Tahun depan akan sama buruknya." Aku paham bahwa apa yang mereka katakan itu benar, dan bahwa mereka mencoba menemukan pelampiasan untuk kesedihan dan frustrasi serta ketakutan mereka dengan cara yang sama seperti kita semua, tetapi aku juga sadar diri, dalam hati: kita semua sesungguhnya sudah tahu itu. Tahun depan bisa lebih baik atau bisa lebih buruk. Mustahil sama saja dengan tahun ini.
Memangnya menjelang pukul nol-nol nanti malam seseorang-atau sesuatu-menusuk lubang reset waktu, dosa pahala derita nestapa suka bahagia saldo debet kredit kembali ke titik awal? Terkadang kita beranggapan seperti itulah fungsi pergantian tahun.
Tahun baru kita butuhkan sebagai titik kartesian yang memisahkan satu tahun dari tahun lainnya, baik dari perspektif praktis, pengatur waktu, dan dari sisi psikologis.
Janus adalah dewa Romawi bermuka dua yang namanya diabadikan sebagai Januari, bulan pembuka tahun. Konon satu wajahnya menatap masa lalu dan yang lainnya memandang masa depan. Apa yang didapatnya dari balik pintu masa lalu yang tertinggal di belakang tanpa bisa memperbaiki yang sudah terjadi, dan apa yang dipikirkan kepala satunya lagi melihat kabut di balik gerbang masa depan yang tak pasti setelah melakukannya sebanyak dua ribu dua puluh dua kali?
Kita menghargai perubahan, awal yang baru, menutup satu bab dan membuka lembaran bab berikutnya.
Pandemi mungkin belum berakhir, tetapi 2020 sudah dalam hitungan mundur, dan setiap hari, minggu, bulan yang kita lalui membawa kita selangkah lebih dekat ke hari-hari yang (mungkin) lebih cerah. Bahkan jika kalian tidak percaya itu -- dan aku juga -- maka paling tidak, patut dirayakan adalah kita berhasil sampai sejauh ini.
Tetapi bagaimana kita bisa menulis bab berikutnya ketika keadaan masih terasa begitu suram? Vaksin sedang dalam perjalanan, tetapi kita tidak yakin kemangkusannya, kapan peluncuran yang sebenarnya atau bila akan aman untuk kembali ke kehidupan normal, bukan sekadar normal dalam kata-kata.