Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Adu Panco

2 November 2020   21:38 Diperbarui: 2 November 2020   21:46 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagaimana mungkin seorang bocah perempuan berumur dua belas tahun mengalahkan tiga anak laki-laki berusia empat belas tahun dalam adu panco?

Itulah pertanyaan yang ada di benak Egi, Gamal, dan aku pada sore peristiwa itu terjadi pada tahun 1979.

Sore itu kami belajar merokok di rumah orang tua Egi yang sedang pergi ke luar kota. Tujuh orang anak, kami bertiga ditambah 'pacar' kami dan adik perempuan Andi yang masih kelas enam SD, Diana.

Egi, Gamal, dan aku saling bertanding adu panco dan setelah bosan, kami menawarkan pacar-pacar  kami untuk mencobanya. Tentu saja kami dengan mudah mengalahkan mereka. Makanya kami menganggap Diana yang berusia dua belas tahun sedang bercanda ketika dia mengajak bertaruh kotak rokok Dunhill Menthol kami jika dia bisa mengalahkan salah satu dari kami. Zaman itu, kotak rokok termasuk benda layak koleksi dan bungkus rokok impor menjadi incaran anak-anak sedunia.

Tantangannya kami terima. 

Diana bukan saja mengalahkan satu, tapi kami bertiga. Satu per satu punggung tangan kami dibantingnya ke meja batu di taman belakang rumah.

Betapa malunya kami, kalah adu panco dengan anak perempuan  yang lebih muda dua tahun di depan pacar-pacar kami!

Gamal mengatakan mungkin Diana kerasukan setan seperti dalam film. Tidak satu pun dari kami pernah menonton film horor yang dimaksud, tetapi kami pernah mendengar tentang kerasukan dan kami bertiga menyimpulkan bahwa hal inilah yang terjadi pada Diana. Jantungku berdegup kencang karena berharap hal itu benar-benar kenyataan.

Oleh sebab itu, kami merasa memiliki kewajiban untuk bertindak, dan Egi berjanji akan meletakkan tasbih oleh-oleh kakeknya dari Mekah di bawah tempat tidur Diana tanpa sepengetahuan adiknya itu. Jika ada yang menanyakan tasbihnya, dia akan berkilah hilang di tempat wudu masjid. Seperti kebanyakan bocah-bocah, konsep berbohong itu dosa hanya berlaku jika ketahuan.

Sampai sekarang aku masih yakin kalau dulu itu kami kalah adu panco secara tak wajar. 

Buktinya Diana tumbuh menjadi wanita dewasa dan hidup secara normal setelah setannya terusir oleh tasbih Egi.

TAMAT

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun