Anakku,
Pertempuran terbesar dalam hidup bukanlah sekadar konflik atau perang. Bukan bagaimana bertahan hidup. Bukan juga mendapatkan cinta, tapi menjaganya.
Perang dan pertempuran, konflik demi konflik, sudah kita menangkan sejak pertama adanya umat manusia.
Bukan saat manusia gua purba menculik seorang perempuan. Bukan ketika dinginnya malam menyatukan tubuh telanjang mereka dalam hangatnya kobaran birahi. Bukan saat matahari terbit dan cahaya fajar memupuskan semua ide romantis, pertempuran terbesar itu dimulai.
Ketampanan, harta berlimpah atau rayuan gombal yang melenakan tidak akan menyelamatkan seorang lelaki dalam pertempuran ini. Mobil impor, gaji besar, dan kemasyhuran tidak akan menyelamatkan manusia dari kesepian ditinggalkan pasangan. Rumah besar lengkap dengan kolam renang dan mini bar tidak akan menjadi obat ketika pintu hati ditutup.
Inilah saat-saat ketika kegelapan datang menyelimuti dan kelip api unggun di rongga gua tiada berarti. Inilah saat-saat ketika hati hancur dan jiwa berjalan menuju jurang dalam yang sama yang telah dilalui banyak lelaki sebelummu. Inilah saat-saat ketika perhatian dan kasih sayang lebih dibutuhkan untuk tetap hidup dibandingkan kehangatan matahari di musim dingin terdingin atau tetesan air sejuk oasis di gurun paling kerontang.
Bagaimana manusia bisa memenangkan pertempuran ini? Senjata apa yang harus digunakan? Baju zirah jenis apa yang dipakai untuk membela diri?
Anakku,
Inilah saat-saat ketika kamu sadar bahwa dirimu tiada arti sama sekali jika bukan karena pasanganmu. Inilah saat-saat ketika keberadaanmu sesungguhnya lilin yang berkelap-kelip ditiup badai waktu, dalam letusan besar yang disebut Big Bang, bahkan sebelum kehidupan bercampur aduk di planet kecil tercemar ini.
Dan kamu, gadis kecilku,
Inilah saat-saat ketika hatimu terluka karena hidupmu hampa tanpa satu hal yang membuat kita hadir untuk mencari dia di dunia ini.