Dalam mimpi basah termanisku, tato naga di putih mulus betismu seperti lintah mengisap darah nadi jantungku, sementara saudari kembarmu berdiri di bawah lengkung gapura jati menjilati gulali, sesekali menyesap bagai menyusui langsung dari puting sapi.
Awan di langit mirip kuda sembrani berarak dan kamu pergi seraya berteriak serak, "Ingatkah kalau besok  harus ke dokter gigi untuk memasang sebaris kawat duri pengganti pagar penghalang pasukan kuman dan bakteri?"
Kita pindah lokasi ke kebun buah beri di dasar lembah desa pemanggang roti menjelang pesta panen bulan Januari yang digadang sejak Juni, dan bocah-bocah sedang berlatih menari diiringi lagu berirama funky seraya melempar bola ke dalam guci.
Aku bilang, "Aku sudah bilang."
tentang sketsa tangan-tangan bermain hompimpah
remah-remah hidangan penutup kaya rempah
tentang kehidupan kita sebelumnya
anak gunung pengendara wahana antariksa dari lidi dan tikar pandan rusak yang dijilat lidah bunga api cetar cambuk kulit ekor pari.
Aku memberimu kata sandi ke hatiku --ragam anagram permutasi mantra rahasia iluminati- meski kamu bersikukuh teguh:
ini
hanyalah ilusi
maka, akhirnya
seperti awal bermula
semua jalan membawa kembali
ke rumah.
Bandung, 9 Juni 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H