Kami bersumpah setelah mati akan selalu bertemu setiap tanggal 13 Februari.
Gara-gara sumpah sialan puluhan tahun lalu itu maka kami selalu bertemu, apapun yang terjadi: hujan, badai, gempa, tsunami, pasar Senen kebakaran, gunung meletus, meteor menabrak bumi, reuni harus tetap terlaksana. Bahkan, setelah berada di alam arwah menunggu pintu neraka dibuka. Kamu mengira dirimu kelak akan menjadi penghuni surga? Hah! Â
Pokoknya, setiap tahun kami melakukan reuni. Yang hidup di hotel atau restoran mewah, kami para arwah di dimensi remang-remang.
Setiap tahunnya jumlah peserta bertambah banyak. Tidak hanya karena kecelakaan karena berlalulintas secara ugal-ugalan: serangan jantung, diabetes, gagal ginjal dan kanker menambah jumlah anggota secara cepat.
Seperti reuni SMA pada umumnya, suasana reuni selalu meriah, penuh dengan nostalgia.
"Aku dulu menyukaimu," aku Hariman pada Susmini. Hariman baru hadir tahun ini, mati karena serangan jantung. Di sebuah kamar hotel melati. Di atas perut seorang pelacur.
"Dulu aku tak kenal kamu," jawab Susmini, korban malpraktik operasi pembesaran payudara dokter palsu dua puluh tahun silam.
Di sudut dekat meja prasmanan yang menyediakan hidangan dari restoran Sansai Juo milik Gusmantara---tewas dibunuh pelayannya sendiri---, Fintya dan Delorena berdiri memegang piring.
"Bagaimana kamu bisa sampai ke sini, Fin?"
"Serangan jantung saat mengayunkan stik golf di halaman belakang rumah. Kau?"
"Tengkorak retak terkena bola golf nyasar saat menuju rumahmu untuk menagih uang arisan." Mereka berdua tertawa terbahak-bahak. Sepotong daging rendang meloncat dari mulut Fintya.