Pacarku bukan hanya tergila-gila dengan chai tea, tetapi dia juga keranjingan memberi tahu semua orang betapa tergila-gilanya dia dengan minuman itu.
Dia selalu bercerita ke semua orang bagaimana dia biasanya selalu minum kopi setiap saat, tetapi sejak mengenal chai tea, dia tak pernah lagi minum minuman lain.
Masalahnya tidak sesederhana itu. Tidak.
Ternyata, chai tea telah mengubah dirinya. Dan kalau kamu tidak tahu varian rasa chai tea, maka dia takkan diam tutup mulut sebelum menjelaskan dengan rinci perbedaan di antara cokelat caramel chai tea, cokelat red bean chai tea, matcha red bean chai tea, taro manggo pudding chai tea, green tea chai tea, taro chai tea, oreo chai tea, dan masih banyak lagi.
Seleranya mencakup segala rasa, mulai dari kelas kaki lima misalnya mint dan lemon hingga yang lebih berkelas seperti mango, lychee dan caramel. Dan sebelum aku sempat mencicipi semuanya, sudah ada lagi cinnamon apple chai tea, strawberry cupcake chai tea dan gingerbread chai tea. Setiap ke hypermarket, dia  akan membeli berkotak-kotak chai tea aneka rasa.
 Meja di kamar indekosnya tenggelam dengan mug dan gelas plastik berbagai waralaba chai tea dari berbagai kota.
Seolah-olah di dunia nyata masih kurang, pacarku mulai melancarkan perang ke dunia digital. Dia menjadi pejuang tagar #chaitealover dan #chaiteaaddiction di Instagram, Twitter, Facebook dan grup-grup WhatsApp. Pokoknya  di manapun dia bisa menunjukkan kecintaannya terhadap jenis minuman tersebut. Â
Puncaknya, ketika kami menonton TV di ruang tamu indekosnya.Â
Dia menuang segelas chai tea hangat hasil racikannya sendiri: Tiramisu Chai Tea. Aku akui bahwa minuman tersebut baunya harum menggoda. Dia duduk di sampingku, menyesap tiramisu chai tea-nya, dan berkata:
"Aaah ... Kamu tahu enggak, Say? Dulu aku suka sekali tiramisu. Tapi sekarang, aku lebih suka minum ini daripada makan tiramisu."
Spontan aku memutar badanku, mematikan televisi tanpa mempedulikan adegan seru yang berlangsung.