Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ketapel dari Cabang Pohon Jeruk Nipis yang Berduri

15 Mei 2019   15:28 Diperbarui: 15 Mei 2019   15:49 1021
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dia berpura-pura merindukan suaminya, tapi sebenarnya saat suaminya pergi dia menikmati kebebasannya.

Kandang ayam dan bebek di atas kolam ikan, kemilau kristal di ladang garam yang baru mengering: semuanya tampak seperti foto-foto instagram hasil bidikan fotografer profesional.

Di bawah sinar matahari meneguk kopi tubruk langsung dari mulut ceret, menuangkan sisa ke dalam gelas yang kemudian dimasukkan ke dalam kulkas warung yang berisi teh botol kedaluwarsa. Sesungguhnya dia menikmati pemborosan listrik tersebut, meskipun tetap saja mengeluh panjang pendek saat membayar tagihan PLN.

Dia punya rahasia. Tidak, dia tidak selingkuh, hanya saja dia suka mengumpulkan kaleng dan botol plastik bekas. Dan ketika senja dibenamkan malam, dia menyusun kaleng dan botol plastik di atas bangku kayu di pekarangan belakang, lalu menjatuhkan mereka dengan batu kerikil yang ditembakkan ketapel yang telah dimilikinya sejak kelas enam sekolah dasar. Ketapel dari dahan jeruk nipis yang berduri.

Tidak hanya sekali, dia akan menyusun kembali kaleng dan botol plastik itu dan menembak dengan ketapel keramatnya berkali-kali sampai semuanya bolong-bolong atau hancur berkeping-keping. Kemudian dia akan mengalungkan ketapel itu ke lehernya yang jenjang, merasakan angin sepoi-sepoi memainkan anak rambut sembari mengeringkan keringat di pelipisnya.

Ribuan kilometer di barat, suaminya duduk di belakang bedeng kuli di sisi jalan tol, menyapu keningnya. Membuat dirinya nyaman dalam aroma jeruk nipis yang masih tergantung di pohon: bukan yang telah dipetik, bukan pula yang telah dipotong-potong, diperas atau dikupas.

Tidak hanya satu, namun ada tiga buah yang tergantung kokoh menempel ke dahan bersama daun yang yang hijau kecoklatan: hadiah untuk istrinya di desa, di mana jeruk nipis tak pernah tumbuh.

Bandung, 15 Mei 2019

Sumber ilustrasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun