sendiri,
dia tak di sana sendirian
matanya yang gelap,
namun dahinya memancarkan cahaya
yang indah
menjadi satu ambigu
dua nada yang sama
sebelumnya tak terdengar
karna tuli jiwa.
siang hari beranjak mundur
seperti terniat umur
bagai gaung dari jauh
lansekap miskin papa negeri
suara yang tidak berbicara
tentang lali diri dari duniawi
yang tak tertahankan
menuju cahaya baru, ranah suci.
ini bukan perjalanan
untuk kaki seperti miliknya.
melihat ke dalam sukma,
suara itu bagaikan gema.
telah dibakar bara api
sudah dibasuh basah hujan
muncul dari pikiran
percik api dan air
namun malam hari, dia tahu
padamkan semua nyala
api neraka.
mungkin cahaya bukan tatapan
yang tidak bersalah
melainkan seorang anak pemberani
melompat ke seberang jurang
sadar jauh lebih sedikit nyali
daripada hujan.
seorang gadis rapuh seperti daun.
angin berhembus dan menyingkap selubung
wajah sekilas sembunyi
kelak, takkan ada orang lain
untuknya
dan dia akan di sana
sendiri.
Bandung, 30 April 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H