Mark Zuckerberg vs. Elon Musk, Pertempuran antar Dua Raksasa Teknologi
Sebagai penulis yang banyak menulis fiksi genre fiksi ilmiah, polemik tentang Kecerdasan Buatan (AI, Artificial Inteliigence) antara Mark Zuckerberg, CEO facebook, dan Elon Musk, CEO SpaceX dan Tesla (dan pemegang saham di beberapa perusahaan terkemuka lainnya), merupakan topik yang tak luput dari perhatian saya.
Bermula ketika Elon berpidato dalam sebuah pertemuan para gubernur Amerika Serikat dan memperingatkan bahwa Kecerdasan adalah 'risiko terbesar yang kita hadapi sebagai sebuah peradaban' dan mendesak agar pemerintah Amerika Serikat untuk mengadopsi undang-undang AI sebelum robot mulai berjalan di jalanan 'membantai manusia'. Bahkan dia mengungkapkan, rencananya mengirim misi ke Mars salah satunya sebagai persiapan jika Kecerdasan Buatan mengambil alih bumi. Pidatonya itu memicu perdebatan dengan Mark Zuckerberg.
Secara sederhana, Mark adalah penggemar Atom Boy dan Doraemon, sedangkan Elon fans Terminator dan Matrix. Atau, gelas Mark 'setengah penuh' sedangkan milik Elon 'setengah kosong'.
Perdebatan antara dua manusia terkaya di bumi ini semakin memanas di jagat maya. Mark menuduh ketakutan Elon akan punahnya manusia oleh Kecerdasan Buatan 'tidak bisa dipertanggungjawabkan'. Sedangkan Elon mencap pengetahuan Mark tentang topik AI 'terbatas'. Perlu diketahui, ucapan 'terbatas' merupakan penghinaan besar di kalangan supergeek alias orang-orang superpintar.
Dan seperti polemik pada umumnya, selalu diikuti dengan ajuan argumentasi dari pendukung masing-masing. Stephane Kasriel, CEO Upwork, berpendapat bahwa ketakutan Elon tak beralasan. Meski Kecerdasan Buatan akan membuat banyak manusia kehilangan pekerjaan bahkan kehilangan kemampuan untuk mendapat pekerjaan yang dikenal sebagai era Industry 4.0, namun dia percaya bahwa dengan edukasi, hal ini dapat teratasi.
Dan meskipun para pakar Kecerdasan Buatan termasuk mereka yang bergelut dalam Deep Learning (riset pengembangan mesin Kecerdasan Buatan) hanya sedikit yang mendukung Elon dus menjadi pihak minoritas, namun harus diakui bahwa dia mempunyai pandangan yang valid tentang kemungkinan AI menjadi pencetus Perang Dunia ke-3 (seperti dalam film Terminator). Tak kurang dari Stephen Hawking dan Bill Gates merupakan pendukung Elon. Padahal, Bill Gates bersama-sama Steve Wozniak sebagai pendiri Microsoft, merupakan salah satu peletak batu fondasi Kecerdasan Buatan.
Intinya, belum ada regulasi yang menjadi pagar moral pengembangan AI. Selama ini, kita hidup dalam ilusi bahwa para pembuat Kecerdasan Buatan akan mengikuti Prinsip Kecerdasan Buatan Asilomar (Asilomar AI Principles) yang diturunkan dari hukum  Hukum Robotik Asimov.
Apakah prinsip-prinsip Asilomar dan hukum Asimov akan dipatuhi oleh para pembuat AI, atau oleh Kecerdasan Buatan itu sendiri? Hal ini menjadi pertanyaan dalam beberapa karya fiksi saya, misalnya dalam Asenion.
Kecerdasan Buatan Kini
Demi mendalami lagi tentang topik ini, saya melakukan riset dan studi pustaka terhadap  Kecerdasan Buatan yang ada pada saat ini.