***
Rakyat yang mana?
Itulah pertanyaanku saat Harian Kompas berulang tahun yang ke-51 kemarin, mengingat semboyan Kompas, yaitu: Pembawa Amanat Hati Nurani Rakyat.
Hasil pilpres 2014 adalah 37% suara untuk pasangan Jokowi-JK, 33% untuk Prabowo-Hatta dan 30% Golput. Aku termasuk yang 30%.
Siapa yang terpilih sudah kita ketahui. Aku menyaksikan keriuhan yang terus berlangsung sampai sekarang. Pengkritik pemerintah bukan hanya pendukung Prabowo-Hatta, tapi termasuk aku yang 30%. Aku mengkritik karena peduli. Aku menggunakan akal dan logika untuk mengolah data dan fakta. Selama argumenku tak terbantahkan, aku tak peduli disebut hater. Dalam kehidupan nyata dan juga di dunia maya, aku tak pernah menemukan hater berganti haluan menjadi lover. Tidak pernah. Yang terjadi adalah sebaliknya. Aku mendengarkan keluh kesah di dunia nyata. Keluh kesah dari pekerja. Keluh kesah dari mantan pencinta. Keluh kesah dari Rakyat. Rakyat yang kini berbeda dengan rakyat Kompas.
Aku menangkap bahwa rakyat yang dimaksud Kompas hanyalah rakyat 37% Â yang semakin berkurang jumlahnya itu. Aku menangkap gelombang ketidakpercayaan terhadap Kompas yang semakin menguat akhir-akhir ini.
Entah mengapa, aku tak lagi merasa Kompas menyuarakan hati nurani Rakyat. Mudah-mudahan aku salah.
Kurang dari 4 minggu, usiaku akan sama dengan Kompas. Aku menulis ini dari dalam karena masih ada rasa sayang yang tersisa, yang semoga saja bisa kupertahankan. Semoga.
Tak lupa aku mengucapkan:
Selamat berulang tahun yang ke-51. Dirgahayu Kompas.
Bandung, 29 Juni 2016