Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bela Negara

19 Oktober 2015   01:40 Diperbarui: 19 Oktober 2015   08:08 2714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahkan mungkin tak lama lagi penggemar sepak bola akan kehilangan FC Barcelona di Liga Spanyol, jika Catalan memutuskan untuk menjadi negara sendiri.

Alangkah mudahnya garis imajiner di atas kertas itu berganti-ganti. Manusia datang dan pergi, tapi negara sendiri bermetamorfosis, mungkin tak pernah sempurna.

***

Dalam kisah-kisah perang dan mata-mata, kita mengenal para pahlawan dan pengkhianat. Pejuang dan pemberontak. Siapa yang menentukan mereka sebagai pahlawan atau pengkhianat? Pejuang atau pemberontak?

Bagi saudara-saudaranya para raksasa penguasa Alengka, Wibisana adalah pengkhianat. Di mata rakyat Blambangan, Menak Jingga adalah pahlawan. Ernest François Eugène Douwes Dekker alias Multatuli mungkin sebagai pengkhianat atau bukan-siapa-siapa bagi orang Belanda, berbeda dengan Westerling. Dalam keyakinan masing-masing mereka melakukannya dalam rangka BELA NEGARA.

Tak banyak yang mengaitkan mayoritas suara rakyat Minangkabau untuk Prabowo dengan PRRI/Permesta. Pendukung Jokowi menyebut-nyebut Prabowo sebagai anak pemberontak. Sedangkan bagi rakyat Sumbar, PRRI/Permesta adalah perjuangan menuntut kesetaraan! Dengan kata lain, PRRI/Permesta adalah sebuah gerakan BELA NEGARA.

Ketika anggota Komisi I DPR Mayjen TNI (Purn) Supiadin Aries Saputra menyebutkan bahwa Bela Negara berbeda dengan Wajib Militer, jelaslah bahwa Konsep Bela Negara sendiri belum ada, karena landasan konsep dari Bela Negara adalah wajib militer. Apalagi Undang-Undang atau Peraturan yang mengaturnya belum ada.

Polemik yang berkembang bertambah rumit: Menyangkut Wajib atau Tidak, anggaran dari mana, pelaksanaan seperti apa. Mengutip Sherlock Holmes, "Detil, detil."

Dan yang terakhir tak kalah pentingnya: apa motif yang mendorong pemerintah mengadakan BELA NEGARA saat ini? Apakah telik sandi dari Badan Intelijen Negara (BUKAN Badan Intelijen Nasional) mengendus bahaya dari luar?

Jika alasannya karena 'Presiden Sering Diolok-olok', alangkah naifnya! Siapa yang mengolok-olok Presiden? Media asing seperti The Straits Times atau Nikkei Asian Review? Media nasional seperti Kompas, Tempo atau MetroTV News?

Atau hanya tertuju kepada rakyat tak jelas, seperti saya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun