Hari ini Jakarta terasa cerah sekali dengan diiringi suasana jalan yang riuh dan ramai kendaraan yang macet berjalan tersendat-sendat. Semua seakan-akan memperlihatkan keadaan yang seperti tak terjadi apa-apa. Perbedaannya hanya terlihat pada masker yang dikenakan kebanyakan orang.
Aktif kembali bekerja menjadi suasana baru setelah lama terkungkung lebih dari tiga bulan lamanya di rumah sambil bekerja. Senang rasanya berjumpa rekan-rekan kerja yang biasanya ditemui dalam meeting dengan video call. Masker dan jaga jarak jadi kebiasaan di masa transisi new normal ketika bekerja.
Pandemi sebabkan banyak perubahan hingga menyebabkan goyangnya ekonomi berujung gangguan keuangan. Semua tak menduga bahkan tak ingin ini terjadi walaupun tak bisa menghindar sama sekali.
Semua berawal dari maret awal 2020 ketika diumumkannya pasien positif 01 dan 02 Covid 19 di Depok. Sontak terbayang bagaimana menjalankan hari-hari dalam beraktivitas dan bekerja merujuk atas apa yang sudah dialami negara-negara yang dilanda pandemi Corona.
Segalanya memang tak perlu disesali karena telah terjadi. WHO ( Organisasi Badan Kesehatan Dunia) berulang kali memberitahukan potensi keberadaan covid 19 di Indonesia. Media asing pun juga menyoroti kondisi sesungguhnya Indonesia terhadap Corona Januari- Pebruari. Semua dijawab petinggi Indonesia dengan potongan tiket pesawat dan paket kunjungan pariwisata menarik disertai seloroh-seloroh tak lucu walaupun mau dianggap lucu.
Sekarang hanya bisa berandai-andai, kalau saja Januari sudah ada langkah pencegahan intensif guna meminimalisir penyebaran Covid 19. Sesungguhnya entah apa yang terjadi juga tidak tahu karena nyatanya juga sudah mulai terjadi PHK ( Pemutusan Hubungan Kerja ) di awal tahun 2020. Hingga pada akhirnya Corona  dinyatakan resmi berada di Indonesia dan semakin memastikan goyangan ekonomi serta keuangan terjadi.
Mungkin ada yang sudah alami dampak langsung covid 19 seperti dirumahkan atau dicutikan sementara atau PHK di bulan Maret 2020. Ada juga yang mengalami proses pemotongan gaji sambil dirumahkan karena berkurangnya kegiatan produksi, layanan atau jasa. Masih terus berlangsung jelang lebaran apalagi kalo bukan THR ( Tunjangan Hari Raya). Sungguh sangat berbeda lebaran tahun ini dengan sebelumnya bagi para pekerja. THR tahun ini bisa saja tidak utuh karena dengan gaji utuh saja sudah bagus sekali dengan keadaan seperti saat ini. Â
Baiklah setelah mengendap tiga bulan kini saatnya kembali aktif bekerja dengan semangat baru walapun masih berjalan diatas peraturan 50 persen karyawan yang bisa aktif setiap hari. Jalan keluarnya dengan menyusun jadwal yang terbagi dalam shift-shift.
Saat proses kerja dimulai bukan tak mungkin juga langsung pulih seperti dari tidur panjang di ranjang dan terbangun. Bangun dari tidur panjang dan ingin turun dari ranjanglalu berjalan akan alami pusing dan jalan tertatih-tatih. Begitu juga perusahaan dengan kondisi saat ini. Pasti ada hal yang dialami dan sedikit banyak mengganggu masuk dan keluar uang.Â
Lantas berpikir panjang bagaimana untuk bisa tetap selamat dan produktif. Setelah menghitung ulang akan keluar keputusan yang mesti di eksekusi oleh HRD ( Human Resources Development ) sebagai algojo. Kebijakan tentang pekerja atau karyawan menjadi kerja berat HRD untuk dilaksanakan baik pahit maupun manis. HRD juga bisa mengusulkan opsi jalan tengah yang sangat bijak dilaksanakan.
Kondisi yang sedang berlangsung menjadi menarik untuk disimak karena sayapun mengalami. Ada opsi yang sesungguhnya bisa diambil atau dipilih agar tetap bisa tetap jalan. Opsi ini bisa saja disebut "Surat Cinta" dari HRD. Opsi tersebut ;
- Merumahkan atau mencutikan pekerja hingga waktu yang dianggap sudah pulih untuk perusahaan. Ada kompensasi alias gaji namun tak utuh bagi yang dirumahkan
- Mengurangi atau menurunkan gaji dan tunjangan pekerja. Semakin tinggi posisi atau jabatan semakin tinggi juga potongan atau penurunan gaji dan tunjangannya.