Jalani Ramadan 2020 sangatlah berbeda dengan Ramadan-Ramadan sebelumnya. Siapa yang menduga akan adanya virus corona yang tadinya hanya bisa kita saksikan di TV maupun membaca beritanya ada di luar Indonesia sekarang resmi hadir dan masih proses menyebar.
Ada yang hilang dan jadi sulit dirasakan jika boleh dikatakan. Sungguh saya dan mungkin semua dari kita sangatlah ingin segera berakhir pandemi corona. PSBB ( Pembatasan Sosial Berskala Besar ) sendiri sudah diberlakukan sebelum Ramadan 2020 tiba. Sebaran corona dirasa cepat berjalan dan melebar di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Ada tradisi keluarga kami yang hilang sebelum masuk Ramadan ini yaitu guyub keluarga alias kumpul bareng di rumah orang yang kami tuakan dengan istilah munggahan.
Masuk hari pertama tarawih semua terasa hikmad dalam senyap namun tetap berjalan di rumah masing-masing. Tarawih selalu lekat dengan semarak dalam nuansa spiritual. Berduyun-duyun bersama keluarga menuju masjid terdekat untuk sholat wajib dan tarawih berjamaah. Saya rindu suasana itu terjadi lagi dengan lantunan sholawat speaker masjid yang mengalun diiringi Jemaah. Kini semuanya harus dilaksanakan dirumah dan hindari berkumpul mengacu pada aturan "social distancing" alias jaga jarak".Â
Walaupun saat ini ada kemudahan dan fasilitas jasa antaran melalui daring tetap saja ada yang kurang. Tradisi berbagi antaran makanan maupun penganan saat Ramadan miliki nuansa tersendiri. Sumringah ketika ada kedatangan saudara maupun kunjungan ke saudara dengan membawa makanan antaran menimbulkan semangat berbeda di bulan Ramadan. Tetap ada yang hilang sekalipun ada teknologi memudahkan silaturahmi.
Doa dipanjatkan selalu untuk keadaan saat ini tak lupa saling mendoakan saudara-saudara yang tersekat walaupun jarak tak jauh. "Ramadan Effect" sangat terasa dalam aktifitas keseharian. Pasar pun berbeda baik dari ramai kunjungan orang maupun cerita omzet. Ekonomi menggeliat di semua lini mengimbangi peningkatan  kebutuhan yang sangat berbeda dengan bulan lainnya. Pertokoan dan mall ikut merasakan berkah Ramadan ketika datang bulan Ramadan.Â
Namun cerita Ramadan kali ini berbeda dengan datangnya Covid 19. Bukan mengeluh tapi hanya rindu yang terasa terus menggelayuti ingatan. Ibadah harus terus berjalan apapun keadaannya. Semarak Ramadan erat dengan putaran ekonomi apalagi ada tradisi mudik. Sungguh besar perputaran uang di sektor ekonomi dan berpindah ke desa-desa dari perkotaan. Saya pun walau tak rutin sering merasakan indahnya kumpul bersama keluarga saat mudik sering juga menikmati situasi berbeda saat puasa dan Idul fitri di desa.
Terbayang pelaksanaan Sholat Idul Fitri yang biasa kami lakukan setiap tahun. Pilihan melaksanakan sholat Ied ada tiga yaitu di sebuah masjid sekitar lingkungan, Lapangan sebuah kantor Mabes AD dan jalan raya dekat kompleks Jenderal Urip Jakarta  Timur. Apa boleh buat untuk tahun ini sudah terbayang pelaksanaan sholat Ied tahunan tak bisa dilangsungkan.Â
Masa penanganan corona masih dalam tahap serius dan masa PSBB yang belum ada informasi turun status pemberlakuannya. Kami hanya rindu, rindu suasana yang terasa sulit dilupakan dalam ingatan dan kebiasaan. Terus mendoakan agar pandemi corona segera berlalu dan jika boleh berharap turun keajaiban bisa melaksanakan sholad Iedul Fitri di tahun 2020 ini. (Isk)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H