Mohon tunggu...
Ellyasa KH Darwis
Ellyasa KH Darwis Mohon Tunggu... -

Gemar memancing, memasak dan jalan-jalan. Tinggal di pinggiran kota Bekasi. Menulis di Kompasiana sekadar buat berbagi apa yang telah dilihat dan dirasakan. Blognya bisa diklik di sini atau yang .ini. Salam...

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

"Bersikap Adilah Sejak Dalam Pikiran"

15 Agustus 2010   09:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:01 1116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kalimat itu dari Pramudya Ananta Toer dalam novelnya Bumi Manusia. Saya mendapatkan kalimat itu pertamama dari almarhum Mahbub Djunaidi, dalam sebuah kolom asal-usul di Kompas. Saya juga sudah lupa kapan pada Kompas edisi berapa dan tahun berapa. Saya membaca kolom itu lewat sebuah kliping yang tanggalnya sudah tidak terlalu jelas. Kliping itu pun warnanya sudah laput di makan waktu, kabur, untuk membacanya harus jeli.

Saat saya punya kesempatan membaca novel itu, saya lupa tidak mencari dimana letak kalimat itu. Saya terlalu terpukau oleh alur novel itu. Tidak tahu, kenapa hari ini tiba-tiba saja saya ingat kalimat Pramudya itu.

Saya juga tidak tahu bagaimana memformulasikan kalimat “bersikap adilah sejak dalam pikiran itu”. Lebih-lebih pada era sekarang ini, pada saat pikiran itu menjadi power, saat pengetahuan itu menjadi power, pikiran itu mencerminkan ideology social politik yang dianut, Pertanyaannya kemudian, masih adakah ruang untuk bersikap adil sejak dalam pikiran? Bukankah jika tidak sejalan sudah dianggap berseberangan secara ideology, bukankah jika tidak sepaham maka sudah dikatakan sebagai bukan kawan? Bukankah juga sekarang ini pengetahuan menjadi alat untuk menundukkan pihak lain? Dan yang lebih parah lagi, pengetahuan telah menjadi alat untuk mendapatkan akses ekonomi, social maupun politik secara tidak kesatria.

Saya, tentu saja dalam posisi setuju dengan statemen Pramudya itu. Salah satu implikasi dari carut maruknya tatanan social, budaya, politik, ekonomi negeri ini memang karena kita sudah “tidak bersikap adil sejak dalam pikiran”. Tidak hanya itu, sekarang barangkali kita sudah tidak mandiri lagi dalam berpikir. Sedari awal sudah ada tersurat agenda-agenda untuk mempengaruhi, atau (mungkin) juga mengakali agar pihak lain mengamini.

“Bersikap adilah sejak dalam pikiran,” mungkin kini utopi tetapi tentu bukan suatu yang tidak mungkin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun