Mohon tunggu...
Rizky Purwantoro S
Rizky Purwantoro S Mohon Tunggu... Lainnya - pegawai biasa

Membaca, mengkhayal dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Seorang Anak yang Mencuri Buku

10 Desember 2022   12:25 Diperbarui: 10 Desember 2022   13:01 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beberapa tahun lalu, ada peristiwa yang cukup menarik perhatian saya. Peristiwa ini mungkin tidak muncul di berita media massa, karena bukan kasus besar.

Peristiwa ini terjadi di toko buku yang tentu saja nama toko itu tidak akan disebutkan di sini. Terjadi pencurian yang dilakukan oleh seorang anak, di mana uniknya yang dicuri bukanlah barang yang biasanya menjadi incaran banyak pencuri, seperti barang elektronik atau pakaian, melainkan buku.

Mencuri buku, bisa dikatakan sangat jarang terjadi. Karena buku tidak semudah itu dijual, dibandingkan benda bernilai lainnya, andaikata mau cepat dijual, mau tidak mau harus dengan kiloan, yang menjadikan nilainya tidak ada bedanya dengan barang rongsokan atau kertas bekas.

Baca juga: Buku dan Kita

Mayoritas masyarakat kita cenderung menganggap buku itu bukan benda yang menarik, buku dilihat lebih eksklusif, terlebih bagi kalangan masyarakat yang makan sehari-hari saja susah.

Oleh karena itu kalau ada orang atau anak yang mencuri buku, bisa jadi bukan karena untuk dijual kembali.

Anak ini mencuri buku, bisa karena berbagai motivasi, bisa karena dibutuhkan untuk belajar di sekolahnya, untuk adik atau kakaknya, atau karena memang dia suka baca buku.

Memang apapun alasannya, tidak dapat membenarkan cara. Namun yang tersirat dari alasan itu sebenarnya sangatlah mulia, intinya anak itu menghargai buku, di saat banyak masyarakat tidak melihat buku itu sebagai benda penting.

Anak itu menyukai buku atau minimal anak itu lagi mau belajar dari buku itu. Jarang sekali ada anak seperti ini, karena sebagian besar teman-temannya lebih suka nongkrong, main game, atau keluyuran.

Apa pelajaran bagi kita semua? Buku itu mahal, terlalu mahal, sehingga berpotensi menghambat perkembangan intelektual di masyarakat, termasuk untuk anak-anak kita, mungkin inilah mengapa buku zaman sekarang disindir sebagai produk kapitalisme.

Dan kalau ada anak seperti ini lagi, janganlah dihukum seperti anak nakal pada umumnya, anak ini berpotensi, punya minat baca, didiklah mereka, mungkin saja mereka adalah emas yang tinggal dipoles lagi. Apalagi sampai dijebloskan ke penjara anak-anak yang hanya menyebabkan mereka berisiko disodomi.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun