Mohon tunggu...
Rizky Purwantoro S
Rizky Purwantoro S Mohon Tunggu... Lainnya - pegawai biasa

Membaca, mengkhayal dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sosok Semar, Gareng, & Petruk sebagai Produk Lokal Khas Jawa yang Tidak Ada dalam Mahabharata versi India

8 Desember 2022   11:08 Diperbarui: 8 Desember 2022   11:19 1008
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jauh sebelum Hindu dan Budha dianut mayoritas penduduk tanah Jawa, mereka sebenarnya sudah memiliki agama kepercayaannya sendiri, agama itu konon dikenal dengan nama Kapitayan.

Namun uniknya di sini, Kapitayan nampaknya sudah dipercayai oleh penduduk tanah Jawa sebelum kedatangan orang Deutro Melayu dan bahkan Proto Melayu dari Asia. Ada kemungkinan bahwa Kapitayan sudah ada sejak zaman daratan Nusantara masih menyatu dengan benua Asia dan penduduknya masih orang Melanesia atau berkulit hitam seperti yang ada di Papua saat ini.

Maka muncullah tokoh Semar, Gareng, dan Petruk yang sering diwujudkan bertubuh hitam layaknya orang Melanesia pada umumnya. Di mana sebagai catatan, ketiga tokoh ini merupakan produk asli tanah Jawa, karena mereka tidak akan pernah ditemukan dalam kisah Mahabharata versi Indianya.

Jadi ketiga tokoh ini sebenarnya menunjukkan bahwa penduduk di tanah Jawa itu sebenarnya sudah memiliki kebudayaan tingkat tinggi, terlihat dari keberadaan sosok-sosok tersebut yang kandungan luhur dan filosofisnya sangatlah dalam.

Selain itu adanya mereka juga dapat memberitahukan kepada kita, jika nenek moyang kita dahulu tidaklah menjiplak 100 persen semua agama dan kepercayaan yang berasal dari luar termasuk dari Jambudwipa, India. Nenek moyang kita selalu dapat menfilter nilai dan budaya yang datang ke mereka untuk kemudian dimodifikasi agar sesuai dengan kebutuhannya sendiri.

Bahka ketiga tokoh ini perannya juga menonjol, meski perawakannya tidaklah ideal sebagaimana superhero dengan wajah tampan dan fisik kekar, namun justru di sinilah ada pemaknaannya karena tidak setiap pahlawan itu harus memiliki rupa ideal, tapi setiap orang biasa saja juga berkesempatan menjadi superhero juga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun