Mohon tunggu...
Rizky Purwantoro S
Rizky Purwantoro S Mohon Tunggu... Lainnya - pegawai biasa

Membaca, mengkhayal dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dark Jokes, Nongolnya Dua Tentara Salib

1 Desember 2022   15:14 Diperbarui: 1 Desember 2022   15:22 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Nongolnya dua orang tentara salib di stadion yang membludak penontonnya saat pagelaran Piala Dunia Qatar mungkin ada yang menganggapnya Dark Jokes, mungkin sama dengan munculnya orang berkaus PKI pas pertandingan sepakbola di Indonesia atau isengnya salah seorang supporter bola sengaja memakai atribut ala Nazi saat nobar sepakbola di Eropa sana.

Bisa saja jadi Dark Jokes, cuman menjadi dark jokes yang berisiko, karena dapat membuat diri mereka diamankan pihak berwenang setempat. Itu risiko yang paling rendah sebenarnya, karena tidak menutup kemungkinan mereka juga bakal dikeroyok ramai-ramai oleh penduduk lokal yang tersinggung dengan perbuatan tersebut.

Cari perhatian yang menghebohkan banyak orang sih sah-sah saja, hanya saja harus siap menerima segala risikonya. Jangan sampai karena merasa dikekang hak berekspresinya, akhirnya menuduh yang tidak-tidak kepada pihak keamanan atau penduduk lokal yang dianggapnya tidak menghargai hak asasi manusia.

Mungkin suatu saat harus ada yang namanya hak asasi masyarakat, bukan hanya hak asasi manusia secara individual. Keduanya harus berimbang kedudukannya, jangan sampai ada yang lebih diagungkan.

Kembali kepada nongolnya dua tentara salib di atas yang sebenarnya supporter Inggris yang ingin mendukung pertandingan kesebelasan favoritnya menghadapi Iran, bisa saja bagi penduduk lokal di Qatar, khususnya dan Timur Tengah, umumnya, meski sudah terjadi ribuan tahun lalu masih menyimpan trauma historis terhadap peristiwa perang salib. Jadi bagi seluruh pihak yang menjadi tamu di Qatar seyogyanya hargailah penduduk lokal, sama seperti mereka juga ingin dihargai kebebasan berekspresinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Baca juga: Buku dan Kita

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun