Mohon tunggu...
Rizky Purwantoro S
Rizky Purwantoro S Mohon Tunggu... Lainnya - pegawai biasa

Membaca, mengkhayal dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Benarkah Zaman Semakin Edan?

18 November 2022   13:57 Diperbarui: 23 November 2022   08:15 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah sering kita dengar dari beberapa orang tua dan mungkin ada juga penceramah agama yang mengatakan bahwa zaman sekarang semakin edan karena banyak terjadi kejahatan, norma asusila banyak dilanggar dan hukum dilecehkan. Mereka berasumsi seperti itu karena melihat maraknya kasus kriminal akhir-akhir ini di tanah air yang dianggap sudah tidak sesuai dengan kaidah kepercayaan yang dianut masyarakat kebanyakan.

Tapi benarkah asumsi mereka bahwa zaman sudah semakin edan jika dibandingkan zaman sebelumnya? Apabila tolak ukurnya adalah zamannya pak Harto masih berkuasa mungkin saja ada benarnya juga, karena pada saat itu secara kasat mata di permukaan tampaknya tidak banyak kasus yang terjadi di masyarakat.

Namun bukankah sudah jadi rahasia umum kalau pada zaman itu pemberitaan media massa tidak setransparan zaman sekarang. Tidak menutup kemungkinan kasus kejahatan dan pelanggaran norma asusilanya lebih banyak daripada saat ini, hanya saja karena ditutup-tutupi jadinya tidak banyak yang bisa diketahui publik.

Lalu zamannya bung Karno juga hampir sama saja dengan zamannya pak Harto. Namun pada masa itu karena seringnya terjadi peristiwa politik dan sosial yang mengalihkan perhatian masyarakat waktu itu membuat mereka menjadi tidak terlalu memperhatikan isu-isu lain seperti kasus kejahatan kriminal dan seksual.

Jadi zaman apa yang bagi para orang tua dan penceramah itu lebih tidak edan dari sekarang? Bahkan bisa jadi zaman dulu itu justru lebih edan daripada zaman sekarang.

Apa buktinya? Banyak sekali, contohnya hukuman mati: hukuman mati zaman dulu sebelum adanya istilah Hak Asasi Manusia jauh lebih mengerikan dan sadis dibandingkan sekarang. Pancung dan gantung masih lebih manusiawi, karena banyak hukuman seperti menarik tangan dan kaki si terhukum dengan kuda ke arah berlawanan sampai putus, membakar hidup-hidup dan menancapkan dubur seseorang dengan pasak panjang sampai tembus ke kepalanya pernah terjadi pada masa lalu.

Dan kalau hukuman zaman sekarang itu disembunyikan dari media massa rapat-rapat, kita tahunya dari berita saja apabila si terhukum sudah mati tanpa banyak diekspos dimana dan kapan hukuman matinya. Zaman dulu itu hukuman mati dipertontonkan ke khalayak ramai, bisa di alun-alun kota atau di lapangan terbuka dan tidak hanya itu sebelum hukuman mati dilaksanakan biasanya ada pengumuman jika pada jam yang sudah ditentukan akan dilaksanakan hukuman mati yang boleh atau kadang harus dilihat oleh warga kota.

Kemudian masalah asusila, katanya sekarang anak muda banyak yang berperilaku tidak senonoh dan berpakaian vulgar karena banyak bukaannya. Seandainya para orang tua dan penceramah agama itu coba memperhatikan pada masa nenek moyang kita masih primitif akan terlihat cara berpakaian yang pastinya jauh lebih terbuka, apalagi jika dilihat dari kacamata zaman modern.

Perilaku tidak senonoh tidak mungkin saja juga pernah menjadi kebiasaan pada suatu masa karena harus kita ingat bahwa nilai dan norma yang diyakini masyarakat itu akan selalu berubah seiring perubahan zaman. Pernah suatu masa ada suatu perilaku tertentu itu haram tapi pada masa setelah atau sebelumnya bisa saja dibolehkan bahkan dianjurkan.

Jadi sekali lagi apakah benar zaman sekarang sudah semakin edan? Kalau masih berpendapat seperti sebaiknya kita coba lagi buka dan baca buku-buku sejarah umum yang ada, jangan hanya buku sejarah agama saja.

hukuman-mati-kejam-zaman-dulu-20180323-232144-637d73c45e23941eb1616432.jpg
hukuman-mati-kejam-zaman-dulu-20180323-232144-637d73c45e23941eb1616432.jpg

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun