Mohon tunggu...
Rizky Purwantoro S
Rizky Purwantoro S Mohon Tunggu... Lainnya - pegawai biasa

Membaca, mengkhayal dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perlukah Kedua Tanah Suci Umat Islam Dikelola Organisasi Internasional?

10 November 2022   12:04 Diperbarui: 10 November 2022   12:17 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini dua tanah suci bagi umat Islam yaitu Mekah dan Madinah itu menjadi wilayah yurisdiksi dari Saudi Arabia. Padahal menurut penulis kedua tanah suci tersebut sebaiknya tidak hanya menjadi milik dan dikelola oleh satu negara muslim saja melainkan oleh pihak independen atau organisasi yang merupakan gabungan seluruh negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim.

Menurut historis, jatuhnya kepemilikan Mekah dan Madinah ditangan Saudi Arabia itu disebabkan berhasilnya mereka merebut kedua kota itu dari tangan Bani Hasyim yang sebelumnya telah berkuasa lama semenjak era Kekhalifahan Dinasti Abbasiyah masih eksis menjadi otoritas politik tertinggi umat Islam. Dan ini sepertinya telah menjadi kesepakatan tidak tertulis setiap penguasa dunia muslim karena pada saat dua tanah suci ini jatuh ke tangan Kesultanan Mamluk dan Kesultanan Ustmaniyah, kepemimpinan kota Mekah dan kota Madinah tetap ditangan bani Hasyim.

Tampaknya belum ada dasar kuat dari Al Qur'an dan Hadits mengenai siapa yang paling berwenang untuk menjadi penguasa kedua tanah suci tersebut. Hal itu menjadikan siapapun berhak untuk mengklaim, bahkan seandainya dapat merebutnya dengan kekuatan militer sekalipun.

Akan tetapi zaman sepertinya telah berubah. Kepemilikan atas dua tanah suci itu sebaiknya dikelola secara profesional oleh organisasi representasi seluruh negara-negara muslim didunia. Bisa melalui Organisation of Islamic Cooperation atau OKI atau oleh organisasi lain yang memang didirikan dalam rangka pengelolaan kedua tanah suci umat Islam.

Dengan begitu akan muncul rasa kepemilikan dan tanggung jawab bersama dari seluruh negara muslim terhadap Mekah dan Madinah. Dimana tidak ada lagi negara muslim yang seolah-olah menjadi paling utama dan dianggap sebagai pemimpin umat Islam, hanya karena negara yang bersangkutan telah memiliki kedua tanah suci.

Perasaan sederajat antara negara-negara muslim itu perlu menjadi prinsip bersama karena bukankah ajaran Islam itu sendiri mengajarkan para penganutnya untuk egaliter dan hanya memberikan tempat istimewa seseorang dengan melihat dari ketakwaan, keilmuan dan praktek ibadahnya serta bukan dari suku bangsa dan properti yang dimilikinya. Apalagi zaman sekarang sudah tidak ada lagi kekhalifahan yang menjadi pusat otoritas politik umat Islam tetapi hampir digantikan dengan organisasi internasional semacam OKI yang didalamnya duduk bersama secara sederajat semua negara-negara muslim.

Sayangnya tidak jarang ada perasaan jumawa beberapa oknum penduduk dari negara yang saat ini menguasai kota Mekah dan Madinah yang agak merendahkan kaum muslimin yang berasal dari negara lainnya, terutama dari negara non-Arab. Itulah yang menjadi salah dasar mengapa perlu adanya entitas non-negara yang bertanggung jawab terhadap kedua tanah suci itu.

Selain itu diharapkan dengan adanya kepemilikan bersama atas kedua tanah suci umat Islam dapat membuat penjatahan kuota bagi setiap muslim yang ingin menuaikan ibadah Haji dan berziarah ke tanah suci akan mengacu kepada kesepakatan seluruh negara muslim yang tentunya tidak hanya menguntungkan satu negara saja seperti yang terjadi saat ini. Pemasukan dari terlaksananya ibadah Haji juga tidak lagi hanya didapatkan satu negara saja tetapi akan menjadi dikelola oleh organisasi pelaksana Haji dan dapat dishare dengan seluruh negara muslim yang menjadi anggota organisasi tersebut.

Organisasi pengelola kedua tanah suci haruslah ditangani secara professional dan akuntabel dengan melibatkan banyak pihak. Bahkan kalau diperlukan organisasi itu dapat berstatus sebagai pihak tersendiri untuk menjadi subyek hukum internasional non-negara, seperti Tahta Suci Vatikan atau Palang Merah Internasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun