Mohon tunggu...
Rizky Purwantoro S
Rizky Purwantoro S Mohon Tunggu... Lainnya - pegawai biasa

Membaca, mengkhayal dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kaicil Paparangan, sang Dewa Perang dari Tidore

9 November 2022   12:18 Diperbarui: 9 November 2022   12:23 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dari sekian tokoh atau pahlawan tanah air yang bisa dikatakan hampir tidak pernah kalah dalam setiap pertempurannya adalah Sultan Nuku. Tidak banyak generasi muda saat ini yang mengenal sosok beliau, padahal berkat tangan emas beliau yang membuat Tidore sempat mendominasi kawasan kepulauan Nusantara bagian timur.

Beliau digelari Lord of Fortune oleh orang-orang Inggris karena seakan-akan dirinya selalu diberkahi dalam setiap peperangannya sehingga menyebabkannya tidak terkalahkan. Adapun gelar yang didapatkan pada saat penobatannya sebagai sultan adalah Sultan Syaidul Jehad Syaifuddin Syah Muhammad El Mabus Kaicil Paparangan Jou Barakati Nuku.

Dari sekian panjangnya gelar beliau arti yang cukup fenomenal adalah Kaicil Paparangan Jou Barakati. Kaicil Paparangan dapat dimaknakan sebagai "Raja Perang", yang berarti beliau mendaulatkan dirinya untuk menjadi pemimpin perang bagi rakyatnya untuk mengusir invasi bangsa asing. Sedangkan Jou Barakati pengertiannya mirip dengan Lord of Fortune, yang tidak adalah dapat diartikan "Tuan atau pemimpin yang selalu diberkahi", yang bisa jadi sebuah doa juga untuk beliau.

Gelar Kaicil Paparangan tidak sembarang didapatkan oleh setiap raja atau sultan. Dengan kemenangan demi kemenangan sudah selayaknya bagi diri seorang Nuku untuk mendapatkan penghargaan setinggi-tingginya, terlebih lagi yang dihadapi adalah VOC Belanda yang memiliki persenjataan dan organisasi militer yang lebih modern.

Perjuangan beliau sendiri dimulai dari pelariannya karena sejak ayahnya dibunuh oleh VOC, dirinya bergerilya dari satu tempat ke tempat lainnya untuk menghindari penangkapan musuhnya. Namun ditengah pelariannya tersebut, beliau dengan gemilangnya berhasil menarik banyak sekutu yang dapat diajak dalam koalisinya menghadapi VOC.

Salah satunya adalah Inggris, Nuku melihat potensi kompetitornya Belanda itu untuk dijadikan sekutu potensial. Inggris yang merasa iri dengan keberhasilan Belanda di kepulauan Maluku kemudian menjadi mudah untuk diprovokasi ikut serta menyingkirkan lawannya itu dengan mensupport persenjataan dan kapal perang yang dibutuhkan.

Kapal perang Inggris diperkirakan hadir dalam penyerangan ke Ternate dan Banda, bisa jadi Inggris juga masih memiliki dendam setelah beberapa dekade sebelumnya pernah dibantai personilnya oleh VOC. Dendam yang lalu dapat dimanfaatkan oleh Lord of Fortune dengan baik, beliau dengan piawainya berhasil mengadu domba sesama bangsa Eropa demi kepentingan kemerdekaan bangsanya. Jadi adu domba sah-sah saja dan tidak hanya dapat digunakan oleh orang-orang kulit putih namun juga oleh orang-orang kulit sawo matang seperti Nuku.

Seandainya penerus Lord of Fortune dapat melanjutkan peperangan dan kemenangan melawan VOC tidak menutup kemungkinan wilayah pengaruh kesultanan Tidore akan jauh lebih besar daripada saat ini, tidak hanya kepulauan Maluku dan Papua Bagian Barat saja tetapi juga dapat mendesak sampai pulau Sulawesi dan Kalimantan disebelah baratnya atau ke kepulauan Mindanao disebelah utaranya (apalagi penduduk Mindanao juga ikut membantu Nuku sejak awal peperangannya). Tidak hanya itu efek dominonya juga ada karena dapat memprovokasi kerajaan-kerajaan lain yang sebelum sudah ditundukkan VOC untuk kembali memberontak agar dapat meraih kedaulatannya kembali.

Kerajaan-kerajaan seperti Gowa-Tallo dan Mataram dapat melihat perkembangan Tidore dibawah Nuku dan suksesinya yang semakin kuat sebagai suatu kesempatan besar untuk menyingkirkan pengaruh VOC didaerahnya. Momentum itulah yang paling ditakuti oleh VOC, karena jika mereka tidak punya siasat lain yang ampuh maka dapat menyebabkan terkucilnya posisinya di Batavia.

Sayangnya penerus Jou Barakati tidaklah sehebat ayahnya, padahal kematian Nuku di tahun 1805 itu terjadi di saat VOC sudah bubar dan negeri Belanda sendiri di Eropa sedang kocar-kacir karena menjadi medan pertempuran besar paska revolusi Prancis. Padahal banyak kesempatan emas yang dapat dimanfaatkan pada masa tersebut, termasuk oleh para penerus tahta sang Kaicil Paparangan, si Dewa Perang Tanpa Tanding.

 

    

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun