Mohon tunggu...
Rizky Purwantoro S
Rizky Purwantoro S Mohon Tunggu... Lainnya - pegawai biasa

Membaca, mengkhayal dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Skenario Sejarah Jika Konstantinopel Tidak Pernah Ditaklukan Turki Ustmani

8 November 2022   12:00 Diperbarui: 8 November 2022   12:03 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang terjadi seandainya peristiwa penaklukan Konstantinopel yang dilakukan oleh Turki Ustmani itu tidak pernah terjadi. Disini kita coba menerka skenario apa mungkin dapat berubah dari alur sejarah yang sudah terjadi dan apa dampaknya terhadap perpolitikan dunia internasional kedepannya.

Beberapa dekade sebelum takluknya Konstatinopel pada tahun 1453, kota itu bukan lagi seperti masa sebelumnya. Kota itu tidak lagi menjadi ibukota megapolitan sebuah negara kekaisaran adidaya yang pernah mendominasi kawasan Laut Mediterania dan sekitarmya, karena wilayahnya secara de facto sudah sangat berkurang jauh sehingga hanya meliputi kota Konstantinopel dan sedikit daerah sekitarnya. Jika mau perumpamaan dengan zaman sekarang mungkin mirip dengan Singapura yang merupakan negara berbentuk kota.

Dan itulah yang menjadi sebab mengapa pasukan Turki Utsmani bisa bolak balik menyeberang selat Bosphorus dan selat Darnadella dalam setiap operasi militernya tanpa mengalami gangguan berarti dari pasukan Byzantium dari Konstantinopel. Bahkan menjelang takluknya Konstantinopel, wilayah okupasi Turki Ustmani sudah lebih banyak dibelahan Eropa daripada Asianya. Sehingga sebagai pangkalan militer sudah sebenarnya sudah ada kota lain seperti Edirne yang lebih dekat ke dataran Eropa dibandingkan Konstantinopel.

Penulis coba berandai-andai pada tahun 1453, Sultan Muhammad II tidak memerintahkan pengepungan melainkan lebih berfokus kepada ekspansi lebih dalam ke Eropa. Dan untuk memudahkan jalur logistiknya maka ibukota Turki Ustmani untuk sementara dipindahkan ke salah satu kota yang terletak ke pedalaman Eropa, seperti Sofia atau Budapest yang menjadikannya lebih dekat untuk menjangkau Vienna atau kota-kota Eropa Tengah lainnya. Bukankah kegagalan dua kali pengepungan Vienna pada beberapa tahun kemudian itu penyebabnya utamanya karena lemahnya rantai suplai logistik yang terlampau jauh jaraknya antara Vienna dengan Konstantinopel.

Dengan tidak dikuasainya Konstantinopel dan kota itu tetap dibiarkan hidup oleh Turki Ustmani dengan syarat harus tunduk pada beberapa ketentuan yang menguntungkan orang-orang Ustmani maka bisa jadi jalur perdagangan yang selama ini sudah ada tidak akan banyak perubahan berarti. Pedagang-pedagang Eropa dapat dengan bebas dan tidak dikenakan pajak besar setiap bertransaksi dikota tersebut, begitu pula komoditas rempah-rempah dari Asia yang sebelumnya dibutuhkan masyarakat Eropa dapat melewati Konstantinopel tanpa ada kenaikan harga karena pajak yang terlalu tinggi.

Situasi ini secara tidak langsung membuat negara-negara Eropa Barat tidak memiliki alasan mendesak untuk dapat melakukan perdagangan langsung dengan daerah-daerah yang menjadi pusat penghasil rempah-rempah di Asia. Setelah itu karena kurangnya motivasi untuk mendapatkan rempah-rempah yang lebih murah akan menyebabkan tertundanya penjelajahan-penjelajahan yang dalam alur sejarah sebenarnya telah dilakukan oleh Kolombus dan penjelajah Eropa lainnya.

Tidak adanya penjelajahan, otomatis tidak akan ada juga kolonialisme di Amerika, Afrika, dan Asia. Dan salah satu yang paling terdampak adalah kerajaan-kerajaan yang berada di kepulauan Nusantara. Umur dan eksistensi kerajaan-kerajaan tersebut bisa jadi akan lebih lama seandainya tidak pernah ada kedatangan bangsa-bangsa Eropa yang lebih unggul teknologi militernya. Penjajahan bangsa-bangsa Eropa terhadap bangsa non Eropa mungkin akan tertunda atau bisa jadi tidak akan pernah terjadi.

Kembali ke Turki Ustmani, bisa jadi wilayah okupasi imperium ini mungkin akan lebih banyak terfokus kepada wilayah Eropa sehingga tidak menutup kemungkinan Vienna akan jatuh dan efek dominonya menyusul kota-kota lainnya. Imperium Hapsburg atau Kekaisaran Roma Suci pun akan terancam hilang dari catatan sejarah karena digerogoti daerahnya satu persatu.

Secara wilayah Turki Ustmani akan meliputi Eropa Tenggara, Eropa Tengah, dan sebagian Eropa Timur dengan hanya menduduki sedikit wilayah Asia Kecil. Rusia yang sekarang menjadi negara raksasa, dengan adanya skenario tersebut maka kemungkinan besar hanya akan menjadi negara kecil dan terbelakang karena terhalang aksesnya ke daratan Eropa dengan kehadiran Turki Ustmani di wilayah barat mereka yang akan mengucilkan Rusia dari kemajuan-kemajuan yang terjadi di Eropa Barat.

Peta perpolitikan di Eropa akan jauh berbeda, pemain-pemain besarnya juga akan berlainan dengan kenyataan sejarah. Turki Ustmani juga akan terdampak proses Renaissance dan Aufklarung yang pada abad selanjutnya mempengaruhi negara-negara Eropa barat dan tengah. Skenario semacam itu berpotensi membuat Turki Ustmani menjadi salah satu negara maju seperti Prancis dan Inggris pada abad 18.

Balik lagi ke Asia Tenggara, terlepas dari pro kontra adanya penjajahan pada setiap bangsa. Ketidakhadiran bangsa-bangsa Eropa akan membuat kerajaan-kerajaan pada setiap pulau bisa tetap dapat mempertahankan kemerdekaannya, selama belum ada kerajaan yang paling kuat untuk dapat menyatukan mereka semua. Maka kawasan ini akan menjadi kawasan yang terdiri dari banyak negara-negara kecil dimana negara bernama Indonesia itu mungkin saja tidak akan pernah terwujud.

  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun