Mohon tunggu...
Rizky Purwantoro S
Rizky Purwantoro S Mohon Tunggu... Lainnya - pegawai biasa

Membaca, mengkhayal dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Obrolan Ringan tentang Karawang, Apakah Masih Jadi Lumbung Padi atau Sudah Menjadi Sentra Pabrik

4 November 2022   14:56 Diperbarui: 4 November 2022   15:00 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Penulis baru saja berpergian dari Karawang. Dahulu daerah ini terkenal reputasinya sebagai lumbung padi karena memang dari kondisi tanah dan iklimnya yang sangat mendukung. Sehingga pernah suatu masa dimana hampir seluruh wilayah pesisir Jawa, termasuk daerah ini merupakan pemasok padi terbesar di Indonesia.

Karawang saat itu dengan keadaannya saat ini sepertinya cukup banyak perbedaannya. Apabila dahulu banyak hamparan sawah disepanjang pinggiran jalan maka akhir-akhir ini justru banyak digantikan dengan pemukiman, perkantoran, dan pabrik.

Faktor-faktor seperti letaknya yang dianggap strategis karena dekat dengan pelabuhan dan tidak terlalu jauh dari ibukota membuatnya cukup ideal untuk dijadikan sentra industri dan bisnis. Kemudian dengan bertambahnya jalan akses ke Karawang membuat posisi daerah tersebut semakin menarik para pemilik modal besar yang diikuti dengan mengalirnya uang yang tidak sedikit dan lalu diikuti oleh para pendatang juga.

Memang keadaan itu tidak dapat dielakkan, karena masyarakat disana pasti juga membutuhkan pekerjaan yang dengan banyaknya pembukaan kantor dan pabrik maka otomatis memberikan kesempatan yang jauh lebih besar. Terlebih penghasilan yang ditawarkan dari bekerja sebagai buruh pabrik atau pegawai kantoran jauh lebih lebih menjanjikan dan lebih pasti daripada masih bertahan sebagai petani.

Realistis mungkin pola pikir yang mesti kita bangun mengenai semakin berkurangnya lahan pertanian, termasuk yang ada di Karawang. Meskipun Kementerian Pertanian berusaha sekuat tenaga untuk mencegah terjadinya alih fungsi lahan pertanian sampai dibuatnya peraturan setingkat undang-undang tapi kondisi dimasyarakat kenyataannya tidak semudah itu diterapkan. 

Apalagi saat ini sudah berlaku otonomi daerah yang banyak memberikan kelonggaran bagi pemerintah daerah untuk sejauh mana mengikuti keinginan dari pusat dengan menyeimbangkan kepentingannya untuk meraup sebanyak mungkin pendapatan asli daerahnya.

Akan tetapi yang perlu kita pikirkan adalah bangsa ini sebagian besarnya masih merupakan bangsa pemakan nasi. Kalau kata orang tua di Jawa jika tidak makan nasi maka dianggapnya belum makan besar.

Dari sini tinggal dipilih oleh pemerintah, mau terus mempertahankan dan kalau bisa menambah ketersediaan lahan untuk sawah atau kembali serius untuk menggencarkan diversifikasi pangan. Jangan sampai setengah-setengah bagi pemerintah kalau sudah memilih, apabila sudah memilih pembukaan sawah besar-besaran maka harus fokus diprogram itu namun jika sebaliknya yang dipilih adalah diversifikasi pangan berarti segala sumber daya yang dimiliki sebaiknya harus dikerahkan untuk menjalankan rencana diversifikasi pangan tersebut.

Karena kedua program itu membutuhkan sumber daya yang sangat besar hingga tidak mungkin apabila mau mengejar keduanya. Seperti jika ada dua orang gadis sebaiknya fokuslah mengejar seorang saja karena kalau mengejar keduanya dikawatirkan justru akan gagal mendapatkan keduanya.

Kembali ke Karawang, seiring perkembangan zaman mungkin daerah itu sudah tidak ideal lagi menjadi penghasil padi untuk saat ini. Tapi tetap saja kalau pemerintah memang benar-benar serius harus satu visi dengan tidak hanya satu kementerian saja melainkan seluruh instansi maka impian untuk mengejar swasembada padi dapat terealisasi kembali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun