Mohon tunggu...
Rizky Purwantoro S
Rizky Purwantoro S Mohon Tunggu... Lainnya - pegawai biasa

Membaca, mengkhayal dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mengambil Pelajaran dari Punahnya Harimau Jawa

18 Oktober 2022   14:30 Diperbarui: 18 Oktober 2022   14:32 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sampai dengan saat ini hewan khas Indonesia yang sudah dianggap punah sudah cukup banyak, diantara hewan punah itu salah satu yang paling terkenal adalah Harimau Jawa. Harimau ini merupakan jenis harimau yang paling terkecil dibandingkan kerabatnya terutama yang tinggal di dataran benua Asia. Selain itu diperkirakan Harimau Jawa memiliki kerapatan belang yang lebih sempit dan bulu loreng yang lebih gelap diantara jenis harimau lainnya.

Walaupun menjadi yang paling terkecil tidak membuat Harimau Jawa berkurang wibawanya sebagai mahluk buas yang ditakuti dan disegani oleh manusia. Penduduk lokal yang tinggal di pulau Jawa pada masa harimau ini masih eksis sangat menghormati mereka sehingga menjadikannya mendapatkan julukan yang mirip gelar penghormatan seperti Nyai atau Ki yang dapat diartikan sebagai mereka yang dituakan dan dihormati.

Harimau Jawa ini akhirnya punah karena beberapa sebab, penyebab klasik adalah perburuan yang semakin marak dengan kehadiran penjajahan Eropa di tanah Jawa. Para pemburu Eropa merasa mendapatkan tropi yang paling berharga jika telah berhasil mendapatkan hasil buruannya berupa hewan buas, apalagi kalau hewan buas itu adalah raja hutan seperti harimau. Apabila sebelumnya pemburu lokal cenderung berburu untuk melindungi pemukiman dan hewan ternaknya dari ancaman harimau, maka kebanyakan para pemburu Eropa ini melakukan perburuannya hanya dengan alasan untuk prestise dan hobi semata.

Peradaban manusia terkadang menjadi penyebab utama tergesernya atau bahkan kepunahan hewan liar yang tinggal berdekatan dengan domisili manusia. Coba kita lihat pada pusat peradaban kuno manusia, misalnya Bulan Sabit Subur di Timur Tengah, Afrika Utara, dan Eropa Mediteranian, disana pernah hidup hewan liar seperti Singa Barbary dan Harimau Kaspia yang sekarang kita hanya dapat mengenalnya lewat cerita-cerita saja karena kedua hewan predator utama tersebut ternyata sudah punah. Berbeda sekali dengan pada belahan dunia lainnya yang masyarakatnya masih hidup dalam kondisi primitif dan belum mengenal peradaban maju, keadaan hewan liar disana masih dapat survive, bahkan tidak menutup kemungkinan masih banyak hewan yang belum diketahui oleh manusia.

Kembali ke Harimau Jawa, pulau Jawa telah lama menjadi salah satu pusat peradaban di kepulauan Nusantara sejak zaman masuknya agama Hindu dan Budha. Dibandingkan pulau-pulau lainnya, cukup banyak kerajaan yang bermunculan di pulau Jawa. Apalagi sebagian kerajaan di pulau Jawa memiliki karakter sebagai kerajaan pedalaman bukan lagi kerajaan pesisir, dimana ciri kerajaan pesisir ini lebih banyak ditemukan pada pulau-pulau lain diluar pulau Jawa. Karakter kesuburan tanah akibat banyaknya gunung api dipulau Jawa mengakibatkan lebih memungkinkan mendirikan pusat pemukiman manusia di pedalaman pulau Jawa, karena suatu pemukiman itu membutuhkan tanah yang cocok untuk diolah untuk pembudidayaan tanaman pangan (dalam hal ini padi) membuat penduduk disana dapat berswasembada pangan sendiri tanpa banyak bergantung kepada pasokan pangan dari luar.

Hal itulah yang menyebabkan pulau Jawa memiliki kepadatan penduduk yang berbeda dibandingkan pulau lainnya, sokongan pangan adalah penyebab utamanya. Kepadatan penduduk tentu saja membutuhkan ruang tempat tinggal yang tidak sedikit dan itu harus banyak membuka lahan kosong yang bisa jadi awalnya berupa hutan yang menjadi tempat tinggal hewan liar.

 Pembukaan lahan untuk pemukiman tersebut semakin lama semakin massif dan akhirnya mempersempit ruang gerak hewan liar, terutama Harimau Jawa. Padahal harimau termasuk hewan territorial yang membutuhkan ruang gerak yang cukup luas untuk berburu dan berkembang biak, dan ini membuatnya harus berkonfrontasi dengan penduduk sekitar yang terus membuka lahan baru.

Sepertinya sudah menjadi takdir bagi hewan manapun yang berkonfrontasi dengan manusia pasti akan punah karena sekuat apapun mereka tetap lebih hebat manusia yang dapat memiliki akal siasat yang lebih baik dan juga memanfaatkan teknologi yang canggih sehingga tidak dapat diimbangi oleh para hewan liar tersebut. Dan takdir ini terjadi pada Harimau Jawa, karena terus didesak oleh penduduk membuat mereka tidak lagi dapat ruang untuk menjadi tempat tinggal yang layak untuk mereka. Kepunahan tinggal menunggu waktu saja karena seandainya mereka tidak diburu pun pelan-pelan jumlah mereka pasti terus berkurang apalagi ditambah dengan adanya perburuan yang semakin intens pada saat jumlah mereka sudah sangat sedikit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun