Pendidikan Islam kembali menggeliat dalam di awal tahun 2000-an, hal ini setidaknya ditandai dengan munculnya sekolah berbasis “Islam Terpadu”, ya label Islam Terlalu (IT) tumbuh pesat bak jamur di musim penghujan. Label IT tak hanya tersemat pada pendidikan tingkat SD, SMP dan SMA saja tapi kini juga menjalar ke tingkat Taman Kanak-kanak (TK) bahkan Play Group (PG). Lahirnya sekolah yang berlabel IT ini nyatanya menjadi primadona baru di tengah masyarakat kita, khususnya bagi orang tua yang jengah dengan buruknya tata kelola sekolah negeri dan madrasah.
Meskipun sekolah berbasis IT ini menawarkan pendidikan dengan biaya yang mahal namun tak menyurutkan animo masyarakat untuk memasukkan anaknya ke dalamnya. Tentu harapan orang tua sekolah ini dapat menjadikan anaknya terbentuk menjadi pribadi yang mampu menguasai ilmu umum sekaligus ilmu keislaman. Besarnya animo masyarakat yang berbondong-bondong memasukkan anaknya ke sekolah yang berbasis Islam terpadu mungkin juga sebagai reaksi atas adanya dampak nyata dari kehidupan modern yang cenderung materialistik dan kering dari nilai spiritualitas. Namun yang menjadi pertanyaan sekarang apakah benar sekolah Islam terpadu sudah benar-benar mengaplikasikan konsepnya dengan baik dan benar?
Perlunya Standarisasi Kurikulum
Kalau kita jujur melihat realita di lapangan, bahwa cita-cita itu belum semua dapat terwujud, bahkan tidak sedikit sekolah yang memasang label IT hanya sekedar label, dan tidak jelas konsep kurikulumnya apalagi implementasinya. Mungkin saja ini terjadi karena konsep sekolah Islam terpadu belum ada standarisasi kurikulum yang paten dan jelas. Pada akhirnya masing-masing sekolah berjalan sendiri-sendiri dalam mengkonsepsikan kurikulum tersebut. Seharusnya ada satu wadah untuk membuat standarisasi kurikulum sehingga sekolah yang memberikan label Islam Terpadu dapat merujuk kepada standar yang sudah ditentukan sehingga kurikulumnya jelas, terarah dan berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Jangan sampai sekolah yang berlabel Islam terpadu pada kenyataannya miskin nilai dan hanya label semata, yang pada akhirnya mengecewakan orang tua yang menyekolahkan anaknya. Apalagi label Islam terpadu hanya sebagai kedok dengan niat untuk mendapatkan siswa sebanyak-banyaknya dan meraup untung sebesar-besarnya demi kemakmuran sepihak tanpa memerhatikan mutu pendidikannya. Alih-alih melahirkan Al-Kindi, Ibnu Sina, Al-Biruni dan ilmuan Islam lainnya yang mampu menguasa ilmu umum sekaligus ilmu agama, dengan kurikulum yang tak jelas dan tak terarah justru akan menghasilkan lulusan (out put) yang gagap dan ala kadarnya. Pada akhirnya kata “TERPADU” benar-benar hanya merujuk pada singkatan TERpaku PAda DUit.
Gengsi dan Status Sosial
Lahirnya sekolah Islam terpadu, kini benar-benar menjadi primadona baru. Saking primadonanya, tak sedikit orang tua yang berlomba untuk memasukkan anaknya ke sekolah yang berbasis Islam ini. Namun sangat disayangkan sebagian orang tua mempunyai niatan untuk memasukkan buah hatinya ke sekolah yang berlabel IT tidak lagi untuk mengharapkan anaknya menjadi anak yang mahir dalam ilmu umum sekaligus ilmu agama, tapi justru karena gengsi dan sekedar untuk menegaskan status sosialnya. Tidak dipungkiri bawah sekolah Islam terpadu terlanjur ber-image mahal dan bergengsi. Hal inilah yang menjadikan sebagian dari para orang tua salah memaknai kehadiran sekolah semacam ini yang niat awalnya adalah untuk menjawab tantangan zaman atas kemajuan teknologi dan kemunduran nilai-nilai spiritualitas.
Pendaftaran penerimaan siswa baru kinj telah dimulai, dan bagi para orang tua yang sedang memilih dan memilah sekolah-sekolah Islam terpadu buat buah hatinya baik level SD, SMP dan SMA jangan terjebak pada ketenaran dan besarnya biaya masuk, apalagi kemewahan gedungnya saja. Tapi, harus jeli dalam melihat kurikulum yang dijalankan, kualitas tenaga pendidik dan kualitas lulusan (out put) dari sekolahnya. Karena dengan hal ini setidaknya kita bisa mengukur dan menilai sejauh mana kualitas sekolah tersebut. Selamat mencari sekolah yang berbasis Islam Terpadu. Semoga tak salah pilih demi melahirkan anak didik yang mampu mengoptimalkan IQ, EQ dan SQ sebaik mungkin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H