Mohon tunggu...
Muhammad Arifin
Muhammad Arifin Mohon Tunggu... -

Karyawan swasta yang punya perhatian di bidang dakwah, pendidikan dan sosial

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Pelajaran Berharga dari Penjaga Parkir

16 Desember 2014   23:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:10 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah hampir satu tahun semenjak kantor saya pindah dekat dengan stasiun kereta api, saat itu saya mulai berpindah moda transportasi. Sebelumnya saya pulang-pergi ke tempat kerja menggunakan sepeda motor, tetapi kini saya menggunakan sepeda motor hanya sampai ke stasiun terdekat dari rumah lalu meneruskan perjalanan diteruskan dengan commuter line. Sepeda motor tersebut saya titipkan di tempat penitipan motor yang bertebaran di area stasiun tersebut. Kereta api jabodetabek, yang biasa disebut dengan commuter line kini menjadi transportasi andalan bagi para pekerja khususnya pekerja yang tinggal di area penyangga Ibu kota yaitu Bekasi, Tangerang, Depok dan Bogor. Selain lebih cepat, lebih nyaman, pemanfaatan commuter line juga lebih membuat badan tidak mudah lelah bila dibandingkan dengan menggunakan sepeda motor yang biasa saya tempuh dalam waktu 1,5 jam.

Seperti biasanya pagi itu saya menitipkan motor saya ke tempat penitipan yang sudah menjadi langganan. Namun ada yang beda dari biasanya, di tembok-tembok sekeliling parkiran itu ada tulisan “Mulai 1 Januari 2015 Parkir 5000”. Sontak saya nyeletuk di depan penjaga parkir itu - sayang hingga kini saya tidak tahu namanya- biasanya saya memanggilnya Pakde. Pakde adalah panggilan akrab saya untuk penjaga parkir itu, yang berasal dari Jawa . “Naik lagi?”, begitu kataku. Penjaga parkir pun menjawab, “Iya mas”. Lalu untuk menghibur diri saya berasumsi, “emang naik semua ya parkiran yang lainnya?”. Tukang parkir menjawab, “Iya mas, bahkan di stasiun yang sana udah lama kalau naik jadi 5.000!”. Lalu dia meneruskan justifikasinya, “kalau sini kan ngikut saja, parkiran yang lain sudah naikin harga maka sini juga harus naikin harga, kalau satu naik ya harus naik semua? Kalau engga ntar diprotes”. Saya hanya senyum saja, dan memaklumi hal itu. Mengingat harga BBM saja naik, dan harga yang lain juga ikut naik, saya pikir wajar. Tanpa banyak basa-basi lagi, saya lalu melanjutkan perjalanan menuju kantor.

Pada saat pulang kantor, setelah turun dari commuter line lalu saya bergegas menuju tempat parkiran langganan saya. Seperti biasanya sang empunya lahan parkir, yaitu Engkoh begitu saya memanggilnya sudah stand by di pintu keluar area parkiran untuk jadi kasir alias penerima uang parkir. Bapak ini ber etnis Tionghoa, makanya saya memanggilnya engkoh. Umurnya yang pasti di atas 60 tahun, nampak dari raut mukanya yang sudah mulai keriput. Tempat parkir ini awalnya adalah bengkel motor, karena pembangunan fly over, mengakibatnya jalan depan kiosnya tertutup aksesnya dan tidak lagi menjadi jalan utama. Kini posisinya berada di bawah kolong fly over dan hanya menjadi jalan puteran angkot atau kendaraan lain yang memutar. Karena itu bengkel tersebut dialihfungsikan menjadi tempat parkir, suka tidak suka harus dijalaninya demi menyambung hidup, sepertinya hidupnya hanya digantungkan dari lahan parkiran ini karena nampak dalam kesehariannya, istri dan anak-anaknya pun ikut membantu usaha kepepet ini.

“Wah naik lagi ya koh parkirnya?” begitu kata-kata penuh basa-basi yang saya sampaikan ke si empunya parkiran. Tidak ada kata-kata yang terucap dari si Engkoh, dia hanya senyam-senyum tanpa menghiraukan sentilanku. Kenaikan ini adalah kenaikan untuk kali kedua semenjak saya memarkirkan sepeda motor di area ini, sebelumnya biaya parkir naik pada Bulan Februari 2014 lalu yaitu dari 3.000 menjadi 4.000, dan kedua akan jatuh pada Bulan Januari 2015 nanti menjadi 5.000. “BBM naik, sembako naik, transportasi naik…begitu gumamku”. Penjaga parkir nyletuk , “gaji juga naik kan?”. Lalu saya timpalin, “Wah kalau itu ga naik pakde”. Tukang parkir lalu mendekatiku, “Kalau mau minta naik gaji tuh jangan sama pemerintah, tapi minta lah  sama Allah, Sing Kuoso”. Gubrakkk…..! ”hehee…bener Pakde kalau minta sama pemerintah hanya di ketawain doang ya”, begitu sautku. Obrolan kita terputus begitu saja, karena penjaga parkir bergegas ke belakang menyiapkan sepeda motor lainnya yang akan diambil oleh si empunya dan saya pun segera menarik gas motor untuk berjalan menuju rumah. Selama dalam perjalanan pikiranku selalu terngiang terus akan obrolan saya dengan penjaga parkir itu. Satu pelajaran penting hari itu yang ku dapat. Bagaimana tidak kata-kata mutiara itu muncul dari penjaga parkir bukan dari seorang ustadz atau da’i yang sudah terbiasa mengeluarkan kata-kata yang berbau nasihat dan religius. Saya merasa begitu berdosa dan merasa sangat lalai karena telah menjadi orang yang kurang bersyukur. Keluh-kesah terhadap kondisi diri ini tidak lah pantas saya ucapkan karena sebenarnya saya masih beruntung dibandingkan dengan kondisi orang lain yang jauh lebih buruk kondisinya. Tak terkecuali dengan penjaga parkir tersebut. Seringkali saya memperhatikan penjaga parkir itu nampak lelah hari-harinya, apalagi kalau sudah malam, mukanya nampak begitu capek, dan badannya pasti pegal-pegal kerja seharian. Bagaimana tidak kerja dari pagi buta hingga malam hari, mengatur dan menjaga setiap sepeda motor yang diamanahkan pasti sangat lah capek. Dia kerja tanpa AC, kerja menggunakan tenaga yang ekstra, sedangkan saya kerja di ruangan ber-AC, hanya otak-atik laptop dan sesekali mengatur anak buah. Tidak banyak tenaga yang dikeluarkan, hanya pikiran saja yang berwisata ria dengan pekerjaan.

Dengan kelelahan yang didapat dari hasil kerja kerasnya tiap hari bisa dijamin upah yang didapat oleh tukang parkir itu tidaklah lebih dari 1,5 juta per bulan atau mungkin malah kurang dari 1 juta per bulan, jauh lebih sedikit dari upah yang saya dapatkan. Tetapi dengan sedikit rejeki yang diperolehnya  dia masih legowo dan bersyukur atas karunia yang dia terima. Hal itu nampak dari kerjanya begitu penuh dedikasi, ikhlas dan sekalipun belum pernah saya dengar keluh-kesahnya. Kerjanya begitu cekatan dan penuh dengan semangat yang tinggi. Saya benar-benar mendapatkan pelajaran yang sangat berharga dari penjaga parkir itu, sudah saatnya saya harus bersyukur atas nikmat yang telah saya terima dari Allah Yang Maha Kuasa. Dengan naiknya harga BBM, yang berimbas ke hampir semua aspek memang  menjadikan hidup makin sulit. Tetapi saya mulai mengerti bahwa kesulitan hidup ini akan terasa mudah jika kita tetap bersyukur atas segala nikmat yang telah kita terima. Maafkanlah atas kekhilafanku Ya Rabb, jauhkan dari sifat kikir dan zhalim, dan jadikanlah hamba termasuk orang yang selalu bersyukur atas segala nikmat yang telah Engkau berikan. Semoga Allah mencukupkan segala kebutuhan kita di tengah segala kesulitan yang menimpa. Aamiin.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun