Mohon tunggu...
Muhammad Asif
Muhammad Asif Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer and reseacher

Dosen dan peneliti. Meminati studi-studi tentang sejarah, manuskrip, serta Islam di Indonesia secara luas.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Antara Saya, Istri, Cita-cita, dan Harapan untuk Anak-anak

11 Januari 2020   07:47 Diperbarui: 11 Januari 2020   07:53 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya dan isterinya pun kemuudian menjadi sadar, ketika orang sudah berkeluarga anak adalah yang paling utama.  Perkembangan psikolagisnya, perkembangan motoriknya, perkembangan kognitifnya. Ibu lah yang seharusnya seharusnya paling bisa mengetahui dan mengamati segala aspek perkembangannya. Maka fokus kami sekarang adalah anak-anak. 

Bisa merawat, dan mendidik anak dengan baik, kelak bisa memberikan pendidikan yang terbaik bagi mereka, adalah kebahagian dan harapan terbesar. Istri saya pun semakin menyadari, belum tentu perempuan dengan profesi dan karir yang cemerlang karena pendidikan dan prestasi-prestasinya bisa mendidik anak-anaknya dengan baik dan kelak bisa berprestasi dan menjadi generasi yang berkarakter dan punya integritas. 

Tapi banyak juga tokoh-tokoh besar yang dilahirkan dari didikan dan perjuangan seorang ibu yang sama sekali tidak dikenal dan mungkin tidak punya peran apa-apa, tetapi dia bisa mendidik anaknya dengan sangat baik. Bahkan ketika ia harus memerankan diri sebagai seorang single parent.  

Istri saya punya saudara, baik si suami maupun si isteri bukanlah orang yang berpendidikan tinggi, bukanlah orang yang berprofesi mentereng. Mereka hanya hanya punya elektronik kecil di rumahnya. Mereka tampak sangat polos, namun ahli ibadah dan hidup cukup sederhana, namun sering berderma. Mereka fokus mendidik anak-anaknya dengan baik. 

Meski mereka tidak pernah mengenyam pendidikan tinggi, semua anaknya pintar-pintar dan selalu berprestasi di setiap jenjang sekolahnya. Anaknya yang pertama diterima di jurusan penerbangan ITB dan dapat beasiswa. 

Anaknya yang kedua pun begitu, tahun kemaren di terima di fakultas kedokteran di Unpad juga beasiswa. Adiknya yang masih di tingkat sekolah mengengah pun begitu selalu juara kelas sejak di sekolah dasar.

Bagi saya pun sekarang demikian. Saya bisa terus mengajar. Bisa terus menulis dan melakukan penelitian, sudahlah cukup bagi saya. Bisa dekat dengan anak, bisa mengamati setiap tahap perkembangan mereka, kelak bisa memberikan pendidikan yang terbaik bagi mereka adalah kebahagian sekaligus harapan terbesar kami. 

Saya pun juga sangat bersyukur bisa mendapat lingkungan kerja, dan kenal orang-orang yang sangat baik. Itu semua sudah cukup bagi saya. Saya punya saudara (cukup dekat) dia bisa kuliah di luar, mendapat PhD di sebuah negara dengan pendidikan terbaik di Eropa, karirnya dan jabatanya sebagai seorang dosen pun bisa dibilang cepat, tapi belakangan ketika bertemu dia cerita telah bercerai dengan isterinya. Ia harus berpisah dengan istri dan anaknya.

Bukannya saya, dan isteri pasrah dan menyerah pada keadaan, tapi kami ingin fokus menjalani dan mengadapi apa yang ada sebaik mungkin, sambil terus bersyukur dan menjalani peran-peran yang ada secara tulus dan sebaik mungkin. Anak-anak kamilah yang kelak kami harapkan bisa melanjutkan mimpi-mimpi dan harapan-harapan kami. 

Tapi tidak harus persis seperti mimpi kami. Karena kami sadar mereka datang ke dunia ini dengan membawa keunikan, bakat, keistimewaan dan kecerdasan masing-masing yang bisa jadi berbeda dengan kami berdua.  Dan itulah yang seharusnya bisa digali, diamati dan diarahkan dengan baik oleh orang tua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun