Baru saja saya membaca buku berjudul Literaratur Keislaman Generasi Milenial: Transmisi, Aproriasi, dan Kontestasi. Buku ini merupakan hasil penelitian di 16 kota di Indonesia yang meliputi: Medan, Padang, Pekanbaru, Bogor, Bandung, Surakarta, Yogyakarya, Surabaya, Jember, Pontianak, Banjarmasin, Makassar, Palu, Ambon, Denpasar, dan Mataram.Â
16 kota tersebut dianggap representatif untuk melihat persinggungan generasi milenial khususnya pelajar tingkat SMA dan mahahasiswa dengan Islamisme. Di kota-kota ini dipetakan literatur keislaman yang mengepung generasi milenial kita. Islamisme sendiri menurut Bassam Tibi adalah Islam politik yang menjadikan Islam sebagai ideologi politik untuk mencapai tujuan-tujuan politis tertentu.Â
Dalam hal ini Islamisme menurutnya berbeda dengan Islam. Namun berbeda dengan Tibi, Asef Bayat seorang intelektual Islam terkemuka mendefinisikan Islamisme sebagai aktivisme bernuansa keislaman yang bertujuan baik secara kolektif maupun individual untuk mendorong perubahan atas system sosial dan politik yang ada.Â
Menurutnya Islmisme pun sebetulnya bukan sebuah fenomena yang statis, tetapi ia bisa mengalami pergeseran dan perubahan sesuai dengan konteks yang melatarinya.
Penelitian ini diinIsiasi oleh PPIM (Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bekerja sama dengan United Nations Development Program (UNDP). Penelitian ini dikoordinatori oleh profesor Noorhaidi Hasan, pakar Islamisme dan radikalisme di Indonesia yang publikasi ilmiahnya banyak tersebar di berbagai jurnal internasional terkemuka, dengan melibatkan 16 peneliti utama dan 32 asisten peneliti lokal untuk masing-masing kota.Â
Seperti yang dikatakan oleh Noorhaidi Hasan fokus  penelitian ini adalah memetakan literature keislaman yang beredar dan dibaca generasi milenial kita, khususnya pelajar SMA dan mahasiswa. Penelitian ini juga berupaya melihat tingkat keberterimaan literature keislaman yang beraneka ragam dalam orintasi ideologis, style dan lainnya di kalangan generasi milenial.Â
Kenapa harus generasi milenial, itu tak lain karena pertimbangan merekalah representasi kaum muda yang aspirasi, keinginan dan positioning mereka saat ini akan menentukan masa depan Indonesia.
Adapun sub topik yang dibahas dalam buku ini meliputi: pemetaan literatur buku teks pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang dipakai di sekolah-sekolah atau di kampus-kampus umum negeri. Buku pelajaran (daras) meskipun kerap diabaikan dalam kajian-kajian kesarjanaan, tetapi dianggap penting untuk mengetahui daya penetrasi Islamisme, bagaimana cara-cara penyebaran, dan tingkat kedalaman pengaruhnya di kalangan mahasiswa dan pelajar.Â
Sebagai contoh kecil misalnya doktrin khilafah telah masuk ke pelajaran Agama Islam baik di tingkat SMA maupun mahasiswa. Untuk bidang tauhid misalnya sekarang model pembagian tauhid ala Wahhabi yang membagi tauhid menjadi tiga: tauhid rubbubiyyah, tauhid asma' wa sifat dan tauhid uluhiyyah bahkan telah masuk dan menjadi materi yang banyak di temukan pada pelajaran Agama Islam di SMA dan bahkan telah masuk ke mata pelajaran Akidah Ahlak di Madrasah-Madrasah Aliyah.Â
Padahal penelitian manuskrip nusantara tentang akidah menunjukkan bahwa hingga akhir abad ke 19 bahkan awal abad ke-20 di Nusantara tidak ditemukan sama sekali model pembagian tauhid tersebut. Artinya model tauhid itu diperkenalkan belakangan bersamaan dengan massifnya ekspansi Wahhabisme dan Islamisme ke Nusantara.
Kedua memetakan produsen literatur keislaman di Indonesia lengkap dengan jaringan dan produk-produk mereka. Ada beberapa corak lietarur keislaman yang berkembang dan "menyerbu" generasi milenial diantaranya: corak Jihadi, Tahriri (ideology Hizbut Tahrir), Salafi (Wahhabi), Tarbawi  (dekat dengan ideology Ikhwanul Muslimin, Mesir) dan Islamisme popular.