Hadirnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK/2013 merupakan kado tahun tahun baru 2014 yang dapat memberikan angin segar bagi pengusaha UMKM. Menteri Keuangan kali ini mengeluarkan kebijakan yang sangat berani dan terlihat tidak main-main dalam mendukung Usaha Mikro Kecil dan menengah (UMKM) melalui fasilitas perpajakan. Dalam peraturan tersebut Menteri Keuangan telah menaikan treshold Pengusaha Kena Pajak (PKP) dari Rp600 juta menjadi Rp4,8 Milyar (pengusaha dengan omzet sampai dengan Rp4,8 Milyar setahun tidak wajib untuk memungut PPN) Selain kenaikan treshold yang signifikan, naik 8 (delapan) kali lipat, perubahan treshold PKP terlihat sangat mengejutkan karena setelah hampir 10 tahun (terakhir perubahan treshold dilakukan pada tahun 2004 yang mengubah treshold dari Rp360 juta menjadi Rp600 juta) Menteri Keuangan tidak melakukan penyesuaian treshold PKP, bahkan ketika amandemen UU PPN Tahun 2008 treshold PKP ini tidak bergeming. Terlebih lagi, keengganan untuk menaikan treshold ini terasa janggal ketika treshold UMKM untuk memperoleh failitas Pajak Penghasilan sudah dinaikan menjadi Rp4,8 milyar. Mempertahankan treshold PKP yang rendah memberi kesan bahwa Menteri Keuangan lebih mementingkan penerimaan pajak dan cukup percaya diri untuk mengawasi administrasi PKP tanpa melihat kesulitan yang dialami oleh UMKM.
Sebagaimana ditulis Musgrave bahwa UMKM masuk dalam kelompok “hard to tax taxpayer”, tidak hanya di negara berkembang, bahkan di negara maju sekalipun. Keberadaan UMKM yang mendominasi lebih dari 90% pelaku usaha di tiap negara, bahkan di Indonesia 99% unit bisnis adalah UMKM, dan sebagian mereka adalah para pelaku usaha di sektor informal menjadikan mereka sulit untuk dipajaki. Hampir semua penelitian tentang compliance cost menempatkan pelaku usaha yang lebih kecil menanggung compliance cost yang relatif lebih tinggi dibanding pengusaha yang lebih besar. Terlebih lagi, sebagaimana dilaporkan oleh OECD, compliance cost terhadap kewajiban PPN merupakan yang tertinggi diantara jenis pajak lainnya. Oleh karena itu, pola kebijakan pemajakan kepada UMKM yang banyak dianut oleh banyak otoritas pajak adalah dengan memberikan fasilitas pajak melalui tax simplicity dan tarif yang rendah.
Kebijakan menaikan treshold PKP ini dinilai sudah tepat dan realistis untuk mendukung para pelaku UMKM. Hal ini dinilai tepat karena pada 1 Juli 2013 Pemerintah baru saja mengenakan PPh Final 1% bagi pelaku usaha sampai dengan omzet Rp4,8 milyar. Biarkan mereka fokus dengan pajak 1% tanpa disibukkan dengan kewajiban lainnya, anggap saja pajak 1% ini sebagai pajak lumpsum atas PPh dan PPN. Hal ini lebih realistis karena selama ini dengan treshold PKP yang rendah menempatkan para pelaku UMKM dengan petugas pajak seperti bermain petak umpet. Untuk menghindari menjadi PKP mereka berusaha “menahan omzet” (lebih tepatnya menyembunyikan omzet) di bawah treshold, sementara petugas pajak senidiri sangat kesulitan untuk mengawasinya.
Pada dasarnya, kenaikan treshold PKP ini tidak akan mengganggu penerimaan pajak mengingat pengusaha UMKM yang selama ini mendaftarkan diri sebagai PKP lebih didorong oleh lawan transaksi yang mengharuskannya menjadi PKP. Oleh karena itu, berapa pun treshold PKP dinaikan mereka akan terdaftar sebagai PKP. Dengan kenaikan treshold PKP ini, hal sebaliknya mungkin terjadi, yaitu kenaikan pernerimaan PPh UMKM karena omzet yang selama ini mereka tahan sudah bisa sebagian dibuka mengingat kewajiban PPh yang dikenakan hanya 1%. Selain itu, hal ini bisa mendorong terciptanya kondisi usaha UMKM yang lebih sehat karena dengan keluar dari persembunyiaannya bisa lebih membuka diri sehingga lebih mudah mengakses tambahan modal melalui lembaga perbankan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H