Sejak bertransformasi dari Jamsostek menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan per 1 Januari 2014, boleh jadi belum banyak yang mengetahui bahwa program pemerintah ini tidak hanya berlaku bagi karyawan saja. Para pekerja di sektor informal pun dibolehkan mengikuti program-program yang disediakan BPJS Ketenagakerjaan.
Padahal, jumlah pekerja di sektor informal ini relatif lebih besar dibanding pekerja formal. Ambil contoh di wilayah Kalimantan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2015, jumlah pekerja di Kalimantan berada di angka 7.273.708 orang. Terdiri dari 3.076.093 tenaga kerja formal dan 4.197.615 pekerja informal. Angka pekerja informal yang lebih besar juga banyak terlihat di wilayah lain di Indonesia.
Meski demikian, persentase para pekerja sektor informal yang telah menjadi anggota BPJS Ketenagakerjaan ternyata masih lebih kecil dibanding pekerja formal. Tak heran jika pihak BPJS Ketenagakerjaan terus menggenjot upaya mereka menggaet para pekerja informal ini untuk ikut bergabung.
Pekerja informal seperti pedagang, tukang becak, bahkan kuli angkut juga punya hak sama dengan mereka yang bekerja di perkantoran. Tak harus mereka yang berangkat kerja dengan kemeja saja yang boleh ikut program BPJS Ketenagakerjaan. Mereka yang pergi mencari nafkah dengan kaos oblong bolong dan bersandal jepit juga punya hak yang sama.
Seorang pekerja di sektor informal seperti tukang becak pun memiliki risiko mengalami kecelakaan kerja bukan? Seorang pedagang juga berhak punya tabungan yang bisa dijadikan pegangan hidup di hari tuanya. Karena itulah, BPJS Ketenagakerjaan menyediakan tempat dan program bagi mereka untuk ikut bergabung dan merasakan manfaatnya.
Para pekerja informal bisa mengikuti program-program yang telah dimiliki BPJS Ketenagakerjaan. Seperti Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Keselamatan Kerja (JKK), dan Jaminan Kematian (JK). Di luar ketiga program tersebut masih ada manfaat lain yang bisa diperoleh para pekerja informal.
Di antaranya adalah mendapat bantuan untuk mengakses pinjaman ke perbankan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa para pekerja di sektor informal kerap kesulitan mendapat akses ke perbankan. Dengan menjadi anggota BPJS Ketenagakerjaan dan rutin membayar iuran setiap bulan, dalam kurun waktu beberapa tahun mereka sudah bisa dibantu untuk mendapat akses ke perbankan ketika butuh tambahan modal untuk usaha mereka.
Tak cuma itu, bagi pekerja informal yang sudah ngebet punya rumah sendiri juga bisa dibantu. Nilai pinjaman rumah bahkan bisa mencapai 500 juta rupiah dan dicicil melalui BPJS Ketenagakerjaan. Keunggulan cicilan rumah melalui BPJS Ketenagakerjaan adalah tingkat bunga yang lebih rendah dari bank.
Uniknya, jika mencicil rumah melalui BPJS Ketenagakerjaan mendapat tingkat bunga yang rendah, namun ketika menabung melalui program Jaminan Hari Tua justru akan mendapat bunga yang lebih tinggi dari bank. Hal ini ditegaskan Kepala Kanwil BPJS Ketenagakerjaan DKI Jakarta, Endro Sucahyono, seperti dikutip dari laman BPJS Ketenagakerjaan.” Sebaiknya untuk para pekerja informal menyimpan uangnya dalam program JHT, karena bunganya lebih besar dibandingkan perbankan,” ujar Endro.
Dengan mendapat bunga yang tinggi saat menabung melalui program JHT, seorang pekerja informal seperti pedagang akan mendapat iuran gratis untuk program JKK dan JK. Bagaimana caranya?
Begini hitung-hitungannya. Biaya iuran dari JKK dan JK akan diperoleh dari bunga hasil pengembangan tabungan di JHT. Jadi, cukup sekali membayar iuran Jaminan Hari Tua, iuran JKK dan JK pun bisa dibayarkan melalui hasil pengembangan bunga dan tabungan JHT. Sekali dayung, tiga pulau bisa terlampaui. Hidup pun bisa lebih nyaman dan tenang.