Mohon tunggu...
Ayaayawae
Ayaayawae Mohon Tunggu... -

Pecinta Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kisah Anak Kampung 4

13 September 2011   12:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:00 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Di kampung, uang jajan di sekolah cukup 50 perak, kadang-kadang 25 perak untuk jajan tahu goreng. Sisanya ditabung. Saat SMP di kota, uang jajan naik 10 kali lipat, jadi 500 perak. Hore. Semakin kuat keinginan nabung. Jadi dua minggu pertama sekolah, 100% masuk tabungan. Akhirnya berani juga mencoba-coba jajan, beli roti isi selai srikaya, 250 perak.  Tidak beli minum karena minum 150 perak, takut terlalu sedikit buat ditabung. Minum bisa diakalin dengan meminta seteguk dua teguk dari teman. Iba kelihatannya.

Tapi aku tak beli minum karena tidak mau bisa menghabiskan sekantong es teh manis itu. Aku kuatir akan kebelet pipis kalau terlalu banyak minum. Aku jarang sekali mengunjungi WC sekolah, bukan karena jorok atau bertuah, tetapi merasa risih karena WCnya banyak dan ramai oleh anak-anak. Kebiasaan jarang minum di sekolah selama 3 tahun SMP mungkin beakibat pada ditemukannya banyak mineral oksalat pada air seni saat tes medis lamaran kerja. Hanya disarankan banyak minum oleh dokter dan alhamdulilah diterima masuk kerja. Sekarang selalu minum teratur.

Aku tak pernah jajan bakso, selain harganya lebih mahal dari roti, juga karena seumur-umur belum pernah jajan bakso. Aku takut malu kalau-kalau melakukan kesalahan dan jadi bahan tertawaan. Akhirnya pada satu hari, sehabis pelajaran olahraga, kantin sepi karena kelas-kelas lain sedang belajar di dalam kelas, bersama satu orang teman, kami memesan bakso. Teman saya memesan duluan. Aku memperhatikan seksama agar bisa mengikuti dia dan tidak berbuat salah. Akhirnya aku memesan juga. Baru dua langkah dari meja pesanan, abang kantin memanggilku balik. Kuah baksonya belum ada. Mangkokku berisi bakso, mie, dan sayur ala kadaranya dll, ternyata aku membawa pergi mangkok itu sebelum abang kantin menuangkan kuah baksonya. Untunglah, hanya ada si abang kantin dan temanku, dan aku bisa menutupi ketidaktahuanku dengan berpura-pura kurang konsen karena kelelahan olahraga.

Dipikir-pikir, kejadian-kejadian memalukan bisa terjadi kapan dan dimana saja, terutama hal yang untuk pertama kalinya. Seperti saat pelajaran bahasa Inggris dimana aku bingung dan cemas setengah mati karena kata-kata tidak berbunyi seperti tertulis. Untungnya aku tidak disuruh membaca oleh bu guru. Teman-teman lain bisa membaca. Entahlah, semua teman atau ada juga satu dua yang seperti aku. Hari itu juga, aku segera daftar les bahasa Inggris. Walau banyak kejadian memalukan yang ditangkap teman-temanku, pada akhirnya seseorang diingat sebagai teman bukan karena itu, tetapi karena persahabatan yang terjalin erat. Bahwa setelah sekian lama berpisah kita tidak lagi bersua dan bertukar sapa, buah pertemanan itu tetap aku nikmati. Teman-teman turut membentuk aku seperti aku hari ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun