Namanya Estella. Saya bertemu dengannya di depan ruang akademik. Tampak Ia tengah menunggu temannya mengurus persuratan izin magang. Ketika itu, Estella duduk di sebuah sofa panjang berwarna hitam. Tas yang juga berwarna hitam digeletakkan di sampingnya. Estella memang perempuan paling cantik di kelas Saya. Hal tersebut diamini setidaknya 90 % Laki-laki di kelas. Matanya hitam jernih. Kerudung Ia biarkan jatuh menutupi dadanya. Seperti Ukhti-ukhti. Wajahnya putih cerah. Bibirnya sedikit kemerahan.
Siang itu, kebetulan Ia memakai kerudung coklat dipadu baju kotak-kotak putih keunguan (entah warna apa, Saya susah menafsirkan sebuah warna). Warna sepatunya selaras dengan warna lantai yang berwarna putih bening. Tangannya tengah sibuk mencari charger di tas. "Rasanya sakit hati kalau gak bawa charger," ujarnya.
Terkadang perempuan memang sulit dimengerti. Pikiran saya mengelana. Apa bahkan sebuah benda mati dapat membuat perempuan sakit hati?. Bagaimana fenomena itu dapat terjadi?. Apa penjelasan logisnya?. Ah! Saya teringat kata-kata Chairil Anwar yang mengibaratkan perempuan sebagai "Lautan yang belum terduga". Saya kira itu ada benarnya. Betapa lautan memang diselimuti misteri. Selalu bergelombang digoyang angin. Gelap, dingin, bahwa lautan mengesankan kegelisahan, bahwa lautan menjanjikan kematian. Kerap terjadi, kapal yang tenggelam ditelan ganasnya lautan. Kehidupan di dalamnya pun masih sulit untuk diterka karena keterbatasan kemampuan manusia.
Namun, dibalik kesuramannya, Lautan juga menjanjikan kehidupan. Banyak mata pencaharian manusia berasal dari laut. Kita dapat menemukan aneka manfaat dari kesuraman lautan. Begitu pula halnya perempuan. Apa yang ada di dalam dirinya sulit diterka bahkan oleh dirinya sendiri. Ia istimewa.
Ditengah lamunan, Saya teringat kalau Estella ingin meminjam buku saya yang bertajuk "Hak perempuan dalam Islam". Itu merupakan buku Alm Ibu saya yang tersimpan di pojok sebuah rak di ruang keluarga. Saya membacanya kurang lebih 50 halaman. Dan tak paham. Tentang perempuan, memang sudah lama terdapat gerakan feminis yang kurang lebih memperjuangkan hak-hak perempuan. Pertanyaannya kemudian, Apakah aliran feminism ini bertentangan dengan Islam?. Saya masih awam tentang hal ini, Pembaca mungkin lebih mengerti.
Budaya patriarki memang sudah mendarah daging, Bahkan dalam ranah bahasa. Menilik masa orde baru, Soeharto lebih memilih menggunakan kata "Wanita" dibandingkan "Perempuan". Wanita bermakna "Wani ditata" atau berani diatur. Bukan berani untuk melawan, tapi berani untuk diatur!. Itu menandakan wanita harus sepenuhnya tunduk pada bayang-bayang pria. Harus selalu bertekuk lutut dan mencium kaki pria. Nyaris seperti budak. Kata "Wanita" menjelma sebuah propaganda Soeharto untuk melanggengkan kekuasaannya. Beda dengan kata "Perempuan" yang bermakna per "Empu" an. Empu berarti gelar kehormatan. Sebuah kata untuk menandakan orang tersebut adalah ahli.. Kata "Perempuan" bernuansa kehormatan, hak, dan melawan. Itu yang dihindari pemerintahan orde baru agar tidak ada pahlawan-pahlawan perempuan yang bergerak untuk menumbangkan rezimnya.
Estella masih mencari chargernya. Saya melihat ada sehelai kertas dengan Gambar perempuan bergaya anime. Bagus. Saya baru mengetahui kalau Estella suka menggambar. Sementara Saya berdecak kagum, Ia menanyakan pada Saya perihal charger. Saya menggeleng. Tidak bawa. Sore itu, Mungkin Estella pulang dengan batere hp yang sudah sekarat.[]
     Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H