(Gambar:FB/Ratnamaya P)
Dewasa ini Negara Indonesia adalah net importir minyak mentah dunia yang mengakibatkan mengalirnya devisa keluar negeri dan yang terparah mengakibatkan mahalnya harga BBM di negri ini, karena harga impor tinggi yang terkandung didalamnya komisi dalam jumlah aduhai yang dinikmati oleh trader yang melakukan impor tersebut.
Sebab utama dilakukan impor minyak adalah produksi minyak mentah lebih sedikit daripada konsumsinya. Hal ini terjadi karena kilang minyak yang beroperasi sudah terbilang sangat uzur dengan tekonologi ketinggalan jaman, sedangkan kilang minyak baru tidak pernah terwujud di era2 Presiden selama ini, baik di era Orba maupun era Reformasi.
SBY, yang menjadi Presiden di era Reformasi selama sepuluh tahun, tidak pernah peduli dengan pembangunan kilang minyak ini dengan berbagai alasan yang bisa diperdebatkan kebenarannya.
Yang menjadi menarik, meskipun Negara dan rakyatnya sangat dirugikan dengan kondisi tersebut, tetapi tidak pernah ada kesungguhan dari pemerintah untuk mencari tahu dan sekaligus menemukan solusi yang terbaik, menimbulkan kecurigaan bahwa ada pihak2 yang diuntungkan dengan kondisi ini, yang mengarah ke Petral (Anak Perusahaan Pertamina) selaku trader yang melakukan impor minyak mentah tersebut.
Untuk mengurai misteri yang baunya sangat menyengat, nyata terlihat keberadaannya tetapi gelap aktivitas yang sebenarnya terjadi dibalik ini, maka Pemerintah Jokowi melalui Menteri ESDM telah membentuk Tim Reformasi Tata Kelola Migas (TRTKM), dengan Faisal Basri, sosok ekonom bersih sebagai komandan.
Dari, penyelidikan awal Tim ini, mengindikasikan bahwa dengan fakta bahwa Indonesia tidak pernah membangun Kilang Minyak Baru ini, SBY dan besannya HR, selama ini mengetahui dengan pasti dan membiarkan kedaan permintaan BBM yang selalu meningkat dengan sangat pesat dari tahun ketahun, karena memiliki kepentingan atau mungkin saja ikut menikmati keuntungan yang diperoleh Petral dalam bentuk yang masih berupa misteri.
Sejatinya, pembangunan kilang minyak baru itu lahan seksi bagi para investor untuk melakukannya, tetapi faktanya tidak pernah ada izin dari pemerintah (SBY &HR), padahal yang dibutuhkan investor hanyalah kepastian ketersediaan minyak yang akan diolah.
Dengan adanya fakta seperti ini, maka sangatlah wajar bila kita ber praduga bahwa SBY-HR selaku yang paling bertanggung jawab atas pembuatan kebijakan dan tata kelola industri migas ikut terlibat didalam jaringan yang mendapatkan keuntungan dari impor minyak mentah bahkan mungkin saja SBY-HR lah the Real Godfather Mafia Migas.  Wallahu Alam.