(Photo:Tempo.Co.id)
Pilkada langsung oleh rakyat yang berlaku pada saat ini digagas sejak tahun 2004 sebagai koreksi atas pemerintahan sentralistik dimasa Orde Baru yang terbuki hanya melahirkan birokrat korup di daerah dan mengakibatkan rakyat tidak dapat merasakan pembangunan yang merata meskipun kekayaan alam didaerahnya sangat kaya tapi lebih banyak dikorupsi oleh pejabat dan DPRD didaerah akibat pemilihan kepala daerah oleh DPRD. Dan terbukti pula banyak kasus korupsi yang melibatkan anggota DPRD, karena melakukan pemerasan kepada kepala daerah yang mereka pilih atau karena transaksi suap untuk melancarkan kebijakan dan program didaerah karena harus melalui mekanisme persetujuan oleh DPRD.
Angin segar dapat kita rasakan setelah Pilkada Langsung oleh Rakyat, terbukti dengan lahirnya pemimpin-pemimpin muda, baru pilihan rakyat, yang cerdas, berani, bertanggung jawab, kompeten dan berorientasi semata untuk melayani rakyatnya. Misalnya saja Jokowi (Walikota Solo, Gubernur DKI dan sekarang Presiden RI), Ahok (Bupati Belitung, Wagub DKI), Risma (Walikota Surabaya), Ganjar Pranowo (Gubernur Jateng), Ridwan Kamil (Walikota Bandung), Bima Arya(Bupati Bogor).
Pemimpin-pemimpin muda pilihan rakyat secara langsung tersebut, terbukti sanggup melayani rakyat dengan penuh amanah dan istiqomah dengan banyak melakukan terobosan dan inovasi baru dalam menjalankan tugasnya tanpa harus melakukan korupsi seperti para pendahulunya. Dan hal ini tentu saja sangat diapresiasi dan disukai oleh rakyat.
Namun, para politisi dengan syahwat bekuasa tinggi yang tergabung di Koalisi Merah Putih dan berkolaborasi dengan Pemerintahan SBY, malah berniat memangkas hak demokrasi rakyat melalui RUU Kepala Daerah yang dipilih melalui DPRD dengan alasan efisiensi semata dengan mengorbankan hal terpenting dan utama dalam berdemokrasi yaitu hak konstitusional rakyat.
Menurut rencana DPR, RUU Pilkada akan disahkan pada Rapat Paripurna terakhir bulan September 2014 ini, sebelum pergantian masa jabatan kepada anggota DPR terpilih hasil Pemilu Legislatif 2014.
Bila RUU Pilkada ini sampai disahkan, maka terbukti SBY tidak mampu memisahkan posisi sebagai Presiden dan Ketua Umum Partai Demokrat dan SBY akan dianggap telah meninggalkan warisan buruk bagi demokrasi Indonesia yang harus akan kembali kemasa Orde Baru jilid dua, yang terbukti telah menyengsarakan rakyatnya.
Harapan saya semoga, kekhawatiran ini tidak akan terjadi, dimana Pemerintah dan DPR secara kompak demi kepentingan rakyat dan sesuai dengan amanat konstitusi, dimasa injury time, akan menolak RUU Pilkada ini. Semoga.
Referensi :
http://www.tempo.co/read/fokus/2014/09/09/2998/RUU-Pilkada-SBY-Bisa-Dicap-Wariskan-Sistem-Orde-Baru