Â
Gambar : Aktual.com
Â
Sejatinya keberadaan Komisi Yudisial (KY) di Republik ini dibutuhkan dan diatur dalam UU No 18/2011, yang menurut pasal 13 Undang2 tersebut mempunyai wewenang sbb
Â
- Mengusulkan penangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapat persetujuan;
- Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim;
- Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim bersama-sama dengan Mahkamah Agung; dan
- Menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim.
Â
Jadi Komisi Yudisial yang terlahir di Era Reformasi ini dibentuk untuk memperbaiki wajah buruk peradilan di Indonesia, yang diakui dalam konsitusi melalui amandemen ketiga Undang2 Dasar 1945 pasal 24B.
Ketua Mahkamah Agung (MA) Bidang Non Yudisial, Suwardi menyatakan bahwa Komisi Yudisial telah membatasi kekuasaan kehakiman secara berlebihan, karena kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka dan lepas dari pengaruh pemerintah, oleh karenanya MA berniat menghapus keberadaan KY ini. Kekuasaan Hakim ini telah dikebiri oleh pasal 24B, yang memberi kewenagan kepada KY untuk menjaga serta menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa KY tidak pernah mencampuri substansi atau dalil hukum yang dikemukakan seorang hakim dalam persidangan, karena KY lebih menyoroti atas penegakan Kode Etik dan Perilaku hakim sesuai kewenangnnya agar kepercayaan publik terhadap peradilan tumbuh kembali.
Fakta juga menunjukkan bahwa selama ini justru MA yang enggan mengeksekui rekomendasi KY terhadap hakim nakal yang melanggar Kode Etik, oleh karenanya keberadaan KY masih sangat dibutuhkan, ditengah maraknya hakim2 nakal yang melakukan tindakan tercela, seperti misalnya Hakim Sarpin dalan kasus Praperadilan Komjen BG, dan isu terhangat yakni tertangkap basah nya tiga hakim Pengadilan Tata Usaha Negeri Medan, Sumut ketika akan terima suap dari pengacara hitam, merupakan contoh nyata.
Mengingat pentingnya peran KY dalam menjalankan fungsi pengawasan di bidang kehakiman ini dikaitkan dengan fakta masih banyaknya hakim nakal berkeliaran, maka diharapkan Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak perlu menghiraukan keinginan MA untuk menghapus YK dari konstitusi yang berlaku.